Mengenal Harta Fai’ dalam Keuangan Islam
CIVILITA.COM – Harta fai’ adalah segala sesuatu yang dikuasai kaum Muslim dari harta orang kafir dengan tanpa pengerahan pasukan berkuda maupun unta, juga tanpa kesulitan serta tanpa melakukan peperangan (lihat Kitab Al Ahkam As Sulthaniyah, karya Imam Al Mawardi, Bab Fai dan Ghanimah). Kondisi ini seperti yang terjadi pada Bani Nadhir, atau seperti kejadian lainnya yaitu takutnya orang-orang kafir kepada umat Islam sehingga mereka meninggalkan kampung halaman dan harta benda mereka.
Kaum muslim menguasai segala sesuatu yang mereka tinggalkan, atau bisa juga akibat ketakutan orang-orang kafir sehingga mendorong mereka menerahkan diri kepada kaum muslim dengan harapan kaum muslim berbuat baik kepada mereka dan tidak memerangi mereka. Hal ini dilakukan mereka disertai dengan penyerahan sebagian dari tanah dan harta benda mereka – contohnya adalah peristiwa yang terjadi pada penduduk Fadak yang beragama Yahudi –. Inilah makna fai yang dimaksud oleh firman Allah Swt dalam surat al Hasyr, yaitu:
“Dan apa saja harta rampasan (fai) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya (dari harta benda) mereka, maka untuk mendapatkan itu kamu tidak mengerahkan seekor kuda pun dan (tidak pula) seekor unta pun, tetapi Allah yang memberikan kekuasaan kepada Rasul-Nya terhadap siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu”. (QS. Al Hasyr [59]: 6)
Hal ini telah terjadi pada harta Bani Nadlir dan Fadak, yang diperoleh tidak dengan pengerahan pasukan berkuda maupun unta kaum Muslim. Oleh karena itu harta ini benar-benar menjadi milik Rasulullah SAW. Harta ini sebagian dibelanjakan oleh beliau saat masih hidup untuk keperluan keluarganya selama setahun, dan sisanya dijadikan oleh beliau untuk keperluan amunisi dan penyediaan senjata yang akan digunakan dalam perang di jalan Allah. Setelah beliau wafat, Abu Bakar dan Umar melanjutkan apa yang telah beliau lakukan.
Imam Bukhari meriwayatkan dalam Bab Khumus, bahwa Utsman, Abdurrahman bin ‘Auf, Zubair dan Sa’ad bin Abi Waqash meminta izin kepada Umar untuk memasuki rumah kediaman Umar, dan Umar mengizinkannya. Kemudian mereka duduk dengan tenang. Lalu datang Ali dan Abbas yang juga meminta izin masuk, dan Umar mengizinkan mereka berdua. Ali dan Abbas pun masuk, memberi salam lalu duduk. Abbas berkata: “Wahai amirul Mukminin berikanlah keputusan antara aku dan pihak ini – kedua orang ini tengah berselisih dalam hal fai yang diberikan Allah kepada Rasulullah Saw dari harta bani Nadlir–. Mendengar hal itu, Utsman dan sahabatnya berkata: “Wahai Amirul Mukminin, buatlah keputusan diantara mereka berdua, agar satu sama lain bisa merasa puas”. Berkatalah Umar: “Kusampaikan kepada kalian dan bersumpahlah kalian dengan nama Allah yang dengan izin-Nya berdiri langit dan bumi. Apakah kalian mengetahui bahwa Rasulullah Saw telah berkata: “Segala sesuatu yang kami tinggalkan tidak diwariskan tetapi menjadi shadaqah”, dan yang dimaksudkannya itu adalah beliau sendiri”.
Berkatalah mereka semua: “Memang benar beliau telah bersabda seperti itu.” Maka Umar berpaling kepada Ali dan Abbas seraya berkata: “Bersumpahlah kalian berdua dengan nama Allah, tahukah kalian berdua bahwa Rasulullah Saw telah bersabda seperti itu?” Mereka berdua menjawab: “Memang benar beliau telah bersabda seperti itu.” Berkatalah Umar: “Maka akan kukabarkan kepada kalian berdua tentang hal ini, yaitu bahwa Allah Swt telah mengkhususkan fai ini kepada Rasul-Nya dan tidak diberikan kepada seorang pun selain beliau.” Kemudian Umar membacakan ayat: “dan apa saja harta rampasan (fai) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya (dari harta benda) mereka” – sampai firman Allah – “Sesungguhnya Allah Maha Kuasa terhadap segala sesuatu”. Hal ini menunjukkan bahwa fai ini benar-benar menjadi milik Rasulullah Saw. Dan demi Allah, harta tersebut dihindarkan dari kalian, tidak diwariskan kepada kalian. Akan tetapi beliau telah memberikan sebagian dari harta tersebut kepada kalian dan membagikannya diantara kalian, sedangkan sisanya oleh Rasulullah Saw dibelanjakan sebagian untuk keperluan keluarganya selama setahun dan sisanya dijadikan oleh beliau tetap menjadi harta milik Allah. Rasulullah telah melakukan hal tersebut selama hidupnya. Bersumpahlah dengan nama Allah, apakah kalian mengetahui hal itu?” Mereka semua menjawab: “Ya.” Selanjutnya Umar berkata: “Kemudian Allah mewafatkan Nabi-Nya Saw, dan saat itu Abu Bakar berkata: “Aku adalah pengganti Rasulullah Saw.” Maka Abu Bakar menahan harta tersebut dan kemudian melakukan tindakan seperti yang telah dilakukan oleh Rasulullah Saw. Dan Allah mengetahui bahwa dia (Abu Bakar) dalam mengelola harta tersebut sungguh berada dalam sifat yang benar, baik, mengikuti petunjuk serta mengikuti yang hak. Kemudian Allah mewafatkan Abu Bakar dan akulah yang menjadi pengganti Abu Bakar. Aku pun menahan harta tersebut selama dua tahun dari masa pemerintahanku. Aku bertindak terhadap harta tersebut sesuai dengan yang telah dilakukan Rasulullah Saw dan Abu Bakar. Selain itu Allah mengetahui bahwa aku dalam mengelola harta tersebut berada dalam kebenaran, kebaikan, mengikuti petunjuk dan mengikuti yang hak.” Demikian seterusnya sampai akhir Hadits ini, dan Hadits ini sangat panjang.
Berdasarkan hal ini maka hukum seluruh fai’ yang diperoleh kaum Muslim dari musuh-musuh mereka tanpa pengerahan pasukan dan peperangan adalah merupakan harta milik Allah yang diambil dari orang kafir, seperti halnya kharaj dan jizyah. Kemudian disimpan di baitul mal kaum Muslim, dibelanjakan untuk mewujudkan kemaslahatan kaum Muslim serta memelihara urusan-urusan mereka. Ini dilakukan menurut pertimbangan khalifah dan diyakini bahwa di dalamnya sunguh-sungguh terdapat kemaslahatan kaum Muslim. Wallahua’lam bi shawab. [MSR]