Khairuddin Barbarossa Mujahid Muslim yang Dicemarkan: Gubernur Turki (Bagian II)
CIVILITA.COM – Barbarossa bersaudara adalah dua orang kakak beradik bernama Aruj dan Khidr. Keduanya dilahirkan di Pulau Lesbos (Mytilene/Madlali), di wilayah Turki, dari seorang ayah yang merupakan veteran perang pada masa kekuasaan Sultan Muhammad al-Fatih dan seorang ibu penduduk asli pulau itu.
Ayah mereka, Ya’kub bin Yusuf, menetap di Lesbos tak lama setelah penaklukkan pulau itu oleh pasukan al-Fatih di tahun 1462. Ia mengisi masa pensiunnya dengan membuka sebuah kedai dan membina keluarga. Dari pernikahannya lahir empat orang putra, Ishak, Aruj, Khidr dan Ilyas. Keempat anak ini, khususnya Aruj dan Khidr, tumbuh dalam budaya pesisir dan kelak muncul sebagai pelaut-pelaut yang tangguh.
Putra-putra Ya’kub ini tumbuh pada salah satu era paling menentukan dalam sejarah umat manusia. Mereka hidup di tengah benturan peradaban yang keras di wilayah Mediterania. Benturan peradaban antara Timur dan Barat, antara Islam dan Kristen. Hanya sekitar satu atau dua dekade sebelum kelahiran anak-anak ini, peradaban Islam terpenting saat itu, Turki Utsmani, di bawah pimpinan Muhammad al-Fatih pada tahun 1453, telah berhasil menaklukkan kota Konstantinopel.
Kejatuhan kota yang merupakan ibukota Romawi Timur, Byzantium, sekaligus pusat Kristen Ortodoks itu menimbulkan jeritan putus asa dan kemarahan di belahan Eropa lainnya. Sebaliknya, hal itu meningkatkan semangat jihad dan kebanggaan di belahan dunia Islam, mengingat Nabi Muhammad saw sendiri telah meramalkan kejatuhan kota itu dalam haditsnya.
Aruj, Khidr dan saudara-saudaranya tentunya juga ikut merasakan semangat dan gejolak kebanggaan ini, karena ayah mereka merupakan salah satu anggota pasukan Sultan al-Fatih, Sang Penakluk. Hanya saja, di pengujung abad itu wilayah Mediterania juga menyaksikan pembalasan orang-orang Eropa Kristen pada kaum Muslimin.
Pada tahun 1492, Raja Ferdinand dan Ratu Isabella dari Spanyol menaklukkan Granada, benteng terakhir kaum Muslimin yang kaya raya di ujung Selatan Andalusia. Namun, berbeda dengan al-Fatih yang bersikap toleran dan membuka pintu Konstantinopel pasca penaklukkan bagi orang-orang non-Muslim, penguasa baru Kristen di Andalusia segera membatalkan perjanjian yang mengharuskan mereka memelihara toleransi. Kaum Muslimin Andalus pun menjadi korban pemurtadan massal yang diiringi dengan penyiksaan inkuisisi serta pengusiran besar-besaran. Setelah penaklukkan Granada, kapal-kapal Spanyol dan Portugis segera meneror perairan Mediterania dan pesisir Afrika Utara.
Ketegangan di Mediterania dan terancamnya pelaut-pelaut Muslim oleh gangguan kapal-kapal Kristen, serta ketidakberdayaan penguasa-penguasa Afrika Utara dalam memberikan perlindungan, tak urung melahirkan perlawanan sipil yang belakangan dituding pihak Eropa Kristen sebagai aksi-aksi bajak laut. Aruj, putra Ya’kub, pernah merasakan pengalaman buruk dengan pelaut-pelaut Kristen Eropa. Kapal dagang Aruj pernah dibajak oleh ordo militer Saint John dan ia sendiri tertawan oleh mereka. Namun, ia berhasil meloloskan diri.
Peristiwa ini menguatkan tekadnya untuk bangkit melawan orang-orang Eropa itu. Ia mengajak adiknya, Khidr (yang belakangan berganti nama menjadi Khairuddin), untuk ikut serta dalam perjuangan itu. Aruj dan Khidr (Khairuddin) memulai ‘karir’ jihad mereka dengan sebuah kapal dan persenjataan terbatas. Namun, keterampilan keduanya menjadikan kekuatan mereka tumbuh semakin kuat dan muncul sebagai armada yang ditakuti di perairan Mediterania. Jenggot mereka yang berwarna merah kemudian membuat mereka lebih dikenal dengan nama yang menggetarkan: Barbarossa, Si Janggut Merah.
Kedua pejuang ini terus mengonsolidasikan kekuatan mereka dan mulai menjalin hubungan dengan beberapa penguasa setempat. Mereka menjadikan beberapa pulau yang strategis di perairan Mediterania sebagai pangkalan rahasia mereka, di antaranya Pulau Jarbah di Teluk Gabes yang diberikan oleh Sultan Tunis dengan imbalan Kerajaan Tunis akan menerima seperlima dari rampasan perang Barbarossa bersaudara. Pulau Giglio di Barat Laut kota Roma juga disebut-sebut sebagai salah satu markas angkatan laut Barbarossa.
Dari basis-basis pertahanan rahasia tersebut kedua bersaudara dan para anak buahnya berhasil mengacaukan pelayaran kapal-kapal Kristen di Mediterania serta menyerang wilayah-wilayah Afrika Utara yang mereka duduki. Sepanjang tahun 1510-an, armada si Janggut Merah berhasil membebaskan beberapa kota penting di pesisir Aljazair, seperti Aljir, Bajayah dan Jaijil. Pada masa-masa ini mereka juga berhasil membantu orang-orang Andalus yang melarikan diri dari kekejaman orang-orang Spanyol. Tidak sedikit dari kaum pelarian ini yang kemudian bergabung dengan armada Barbarossa bersaudara.
Hubungan kedua bersaudara ini dengan para sultan Afrika Utara yang wilayahnya mereka bantu bebaskan tidak sepenuhnya mulus. Sebagian dari para sultan ini rupanya merasa terancam dengan kekuatan Barbarossa yang semakin lama semakin besar. Sultan Salim al-Toumy, penguasa Aljazair, mulai merasa terganggu dengan aktivitas Aruj dan Khairuddin dalam membebaskan Aljir dan beberapa kota pantai Aljazair lainnya. Sang sultan kemudian mengusir Aruj dan anak buahnya dari Aljazair pada tahun 1516.
Pengusiran tersebut menyebabkan Aruj mengambil sebuah keputusan penting. Ia menganggap Aljazair terlalu penting sebagai basis perjuangan melawan Spanyol dan para sekutunya, sementara sultan negeri itu tidak memiliki komitmen yang jelas terhadap musuh kaum Muslimin. Maka ia pun menggulingkan Sultan al-Toumy dan bertindak sebagai penguasa Aljazair. Tahun ini menandai era baru perjuangan Barbarossa bersaudara, dari perjuangan yang sepenuhnya bersifat militer, kini mulai merambah wilayah politik dan kenegaraan.
Pada tahun yang sama di Eropa, cucu Ferdinand yang bernama Charles, diangkat menjadi Raja Spanyol. Walaupun pada saat itu usianya baru 16 tahun, ia segera akan menjadi penguasa terpenting di Eropa, sekaligus menjadi musuh utama Turki Utsmani dan Barbarossa bersaudara. Keadaan di Mediterania semakin memanas pada tahun-tahun berikutnya. Pada 1517, Sultan Salim mengirim pasukan Turki Utsmani memasuki Mesir dan merebut wilayah itu dari kekuasaan Dinasti Mamluk. Sementara itu, Barbarossa bersaudara mulai menjalin hubungan dengan pihak Turki dalam jihad mereka menghadapi orang-orang Eropa Barat.
Pada tahun 1518, Aruj dan pasukannya bergerak ke Tlemcen (Tilmisan) untuk menghadapi penguasa setempat yang berhasil dihasut oleh pihak Spanyol. Khairuddin, sang adik, diperintahkan oleh kakaknya untuk memimpin Aljir selama kepergiannya. Aruj dan anak buahnya berhasil merebut kota Tlemcen selama beberapa waktu, tapi mereka segera dikepung oleh tentara Spanyol dan penduduk wilayah itu. Aruj dan pasukannya berhasil meloloskan diri. Namun, pejuang yang biasa dipanggil Baba Aruj oleh anak buahnya ini akhirnya gugur sebagai syuhada dalam pertempuran menghadapi musuh di tempat yang tak terlalu jauh dari kota itu. Kini Khairuddin Barbarossa, sang adik, terpaksa memimpin armada dan pasukan yang telah mereka bangun selama beberapa tahun tanpa sang kakak.
Ketiadaan Aruj ternyata tidak melemahkan Khairuddin. Ia segera memperlihatkan kepiawaiannya dalam memimpin. Sejak masa mudanya ia telah memperlihatkan kepribadian yang menonjol. Sebagaimana kakaknya, fisik Khairuddin sangat kuat. Ia berani sekaligus penuh perhitungan. Selain itu, ia juga cerdas dan mampu berbicara dalam berbagai bahasa yang biasa digunakan di Mediterania, seperti bahasa Turki, Arab, Yunani, Spanyol, Italia dan Perancis. Setelah Aruj gugur di medan pertempuran, Khairuddin mempertimbangkan lebih serius hubungan dengan kesultanan Turki.
Masyarakat Aljazair dan sekitarnya memang mengharapkan kehadiran Khairuddin dan pasukannya, tapi beberapa penguasa setempat cenderung memusuhinya. Maka ia meminta penduduk Aljazair untuk mengalihkan loyalitas mereka pada Sultan Turki. Masyarakat Aljazair setuju, dan suatu misi diplomatik pun diutus ke Istanbul. Misi itu berjalan dengan baik.
Pada tahun 1519, Khairuddin Barbarossa secara resmi ditetapkan menjadi semacam gubernur Turki di Aljazair. Pada tahun berikutnya, Sultan Salim meninggal dan digantikan oleh Sulaiman The Magnificent yang kemudian dikenal sebagai salah satu sultan terbesar Turki Utsmani. Hubungan Barbarossa dengan Turki menjadi semakin erat pada masa Sulaiman yang memerintah selama empat puluh enam tahun.
Kendati telah ditetapkan sebagai penguasa Aljazair, Khairuddin Barbarossa lebih sering berjuang di lautan sebagaimana masa-masa sebelumnya. Ia dan armadanya sempat menyelamatkan tujuh puluh ribu Muslim Andalusia yang tertindas di bawah pemerintahan Charles V. Orang-orang Islam ini dipaksa masuk Kristen dan diancam dengan penyiksaan inkuisisi yang sangat kejam sehingga terpaksa melarikan diri ke gunung dan melakukan perlawanan. Kekuatan mereka jelas sangat tidak seimbang dibandingkan kekuatan pasukan Charles. Maka mereka pun meminta bantuan Barbarossa yang segera menolong dan memindahkan mereka secara bertahap ke Aljazair.
Bersambung…