Menumbuhkan Keikhlasan

Ilustrasi: Anak-anak Afghanistan tertawa bahagia. [foto: pixabay.com]
IKHLAS pada hakikatnya merupakan kekuatan iman dan pergulatan jiwa yang mendorong pelakunya untuk menjauhkan dirinya dari mementingkan diri sendiri dan menghindarkannya dari tujuan-tujuan pribadi atau golongan, dan amal perbuatan yang dilakukannya dan cintanya hanyalah untuk Allah SWT semata. Ia tidak mengharapkan balasan apa pun di balik amal perbuatannya tersebut kecuali dari Allah SWT semata.
Demikian dikatakan Doktor Muhammad Fathi dalam bukunya “Al-Qiyadah fil Islam”, yang diterjemahkan menjadi “The Art of Leadership in Islam” oleh Penerbit Al Kautsar (2009). Keikhlasan, menurut Dr. Fathi merupakan salah satu karakter dasar yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin.
Dalam beberapa hadits, Rasulullah Saw bersabda:
Dari Umar bin Al-Khathab ra, ia berkata, “Aku pernah mendengar Rasulullah Saw bersabda, “Sesungguhnya segala amal perbuatan tergantung pada niatnya. Dan sesungguhnya setiap orang berhak mendapatkan apa yang menjadi niatnya: barangsiapa yang hijrahnya (tujuannya) kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya tersebut kepada Allah dan Rasul-Nya, dan barangsiapa hijrahnya karena dunia yang ingin diraihnya atau perempuan yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya kepada sesuatu yang telah menjadi tujuannya itu.” (HR. Muttafaq Alaih)
Dari Abu Umamah dari Rasulullah Saw, bahwasannya beliau bersabda, “Sesungguhnya Allah tidak menerima amal seseorang kecuali yang dilakukan dengan ikhlas dan hanya mencari ridha-Nya.” (HR. Abu Dawud dan An-Nasa’i)
Dari Mu’adz bin Jabal, bahwasannya ketika ia diutus ke Yaman ia bertanya, “Wahai Rasulullah, berilah wasiat kepadaku.” Kemudian beliau menasihatinya, “Ikhlaslah dalam memperjuangkan agamamu, maka perbuatan yang sedikit akan mencukupimu.” (HR. Al-Hakim)
Dalam beberapa riwayat dari para sahabat disebutkan:
Imam Ali bin Abi Thalib ra berkata, “Janganlah kamu hanya memperhatikan sedikitnya ilmu pengetahuan yang dimiliki seseorang, akan tetapi perhatikanlah bagaimana ilmu itu bisa diterima orang lain.”
Umar bin Al-Khathab ra pernah menulis surat kepada Abu Musa Al Asy’ari, yang isinya, “Barangsiapa yang ikhlas niatnya, maka Allah akan mencukupinya antara dia dengan orang lain.”
Makruf Al-Kurkhi sering memukuli dirinya sendiri, seraya berkata, “Wahai jiwaku, ikhlaslah kamu, maka kamu akan bersih.”