Mengenal Manuskrip Nusantara “Fayd al-Ilahi” Karya Syekh Abdul Wahid al-Palimbani

 Mengenal Manuskrip Nusantara “Fayd al-Ilahi” Karya Syekh Abdul Wahid al-Palimbani

Manuskrip Fayd al-Ilahi karya Syeikh Abdul Wahid al-Palimbani. (Sumber: https://www.hmmlcloud.org/dreamsea/detail.php?msid=1589)

MANUSKRIP berjudul فيض الإلهي (Fayd al-Ilahi) ini, merupakan kitab yang membahas Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah yang ditulis menggunakan Arab Jawi oleh Syeikh Abdul Wahid al-Palimbani, seorang ulama yang berasal dari Sumatra, Indonesia. Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah merupakan Tarekat mu’tabarah atau diakui kebenarannya yang didirikan oleh Syeikh Ahmad Khatib Sambas waktu hidup di Mekkah, serta merupakan guru dari Syeikh Abdul Wahid al-Palimbani.

Selama hidupnya di Mekah, Ahmad Khatib dikenal sebagai seorang ulama yang menggabungkan dua tarekat zikir, di antaranya adalah Tareqat Qadiriyah dan Tareqat Naqsabandiyah. Teknik zikir tersebut kemudian mendapatkan banyak pengikut dari para jamaah haji asal Indonesia yang pada masa itu mereka melakukan ibadah haji sekaligus mempelajari ilmu agama. Sehingga, gabungan Tarekat itu menjadi terkenal dan diberi nama tersendiri yang dikenal sebagai Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah.

Tareqat Qadiriyah wa Naqsabandiyah kemudian ditulis oleh murid-muridnya dalam bentuk mansukrip, salah satu murid yang menulis Tareqat tersebut ialah Syekh Abdul Wahid al-Palimbani, yang diberi judul فيض الإلهي (Fayd al-Ilahi). Syeikh Abdul Wahid mencoba untuk menuangkan apa yang diajarkan oleh gurunya itu dalam bentuk manuskrip agar ilmu tersebut tidak hilang dan terus tersampaikan pada masa yang akan datang.

Halaman penutup manuskrip فيض الإلهي (Fayd al-Ilahi) karya Syekh Abdul Wahid al-Palimbani.

Manuskrip tersebut selesai dibuat oleh Syekh Abdul Wahid pada 19 Dzulhijjah tahun 1282 H atau 1866 M di Mekah. Hal itu tertulis dalam manuskrip Fayd al-Ilahi yang transliterasinya bertuliskan “… telah khatam ini risalah di dalam negeri Mekah al-Musyarafah pada malam Jumat isya dan pada sembilan belas daripada bulan dzulhijjah dan pada hijrah nabi Shalallahu alaihi wasallam dua ratus delapan puluh dua, kemudian daripada seribu, wallahu a’lam bi shawab” (https://www.hmmlcloud.org/dreamsea/detail.php?msid=1589 [Abdul Wahid]: 40).

Dalam manuskrip tersebut, berisikan risalah-risalah pendek, yang menjelaskan tata cara berzikir, cara bai’at atau dalam Islam biasa dikenal sebagai praktik membuat suatu perjanjian yang dilakukan oleh seorang pemimpin agar berkomitmen untuk mencapai tujuannya. Dan dalam risalah itu juga menjelaskan silsilah dari pendiri Tarekat tersebut, yaitu Syeikh Khatib Sambas.

Kitab tersebut populer sebab isinya membahas amalan zikir dan meditasi spiritual yang digabungkan dari dua Tarekat terkenal, di antaranya adalah Tarekat Qadiriyah yang mengamalkan suatu zikir dengan suara yang keras atau jahr, serta Tarekat Naqsabandiyah yang mengamalkan zikir dari dalam hati atau sirr. Amalan-amalan zikir tersebut mencoba untuk memberi pemahaman kepada masyarakat dalam hal makrifat kepada tuhan semesta alam yaitu Allah SWT, serta di dalamnya juga mengandung pengetahuan mengenai jiwa-jiwa manusia.

Tidak hanya berisikan amalan zikir, kitab Fayd al-ilahi juga membahasa mengenai adab murid kepada guru, sebab ulama-ulama terdahulu selalu menempatkan seorang guru di derajat yang paling tinggi, serta mempraktikkan sikap tawadhu kepada guru yang mengajarinya suatu ilmu pengetahuan. Sehingga, terbukti dari sikap tawadhu ulama-ulama terdahulu kepada gurunya, menjadikan ilmu yang diajarkannya menjadi bermanfaat dan terjaga hingga saat ini.

Pada manuskrip (Abdul Wahid: 34-36), menjelaskan adab-adab murid kepada gurunya, di antaranya 1) murid senantiasa menjaga nama baik dan kehormatan gurunya, baik dari segi perkataan maupun perbuatan; 2) ketika guru sedang berdiri dihadapannya, murid dilarang duduk di depannya; 3) jangan tidur tepat di depan guru, kecuali dengan meminta izin; 4) selalu siap mengerjakan apa yang diperintahkan guru; 4) ketika menjumpai guru, maka ciumlah tangannya; 5) ketika guru datang untuk berkunjung, maka segeralah keluar untuk menyabutnya, dan apabila hendak pulang, maka antarlah minimal hingga keluar pintu; dan lain sebagainya. Itulah beberapa adab guru kepada murid yang ditulis Syeikh Abdul Wahid al-Palimbani dalam kitab فيض الإلهي (Fayd al-Ilahi). []

Muhammad Alfairuz, Mahasiswa Bahasa dan Kebudayaan Arab, Universitas Al Azhar Indonesia.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *