Manajemen Aulawiyat Cinta Dari Al-Qur’an
CIVILITA.COM – Sahabat, ada sebuah pelajaran penting yang bisa kita simak dari sebuah ayat cinta dari Allah Swt, perhatikan: Katakanlah: “Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan RasulNya dan dari berjihad di jalan nya, Maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan NYA”. dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik. (QS At Taubah 24).
Dalam ayat diatas ada kalimat yang digarisbawahi, bukan bermaksud menafsir ulang kalimat itu, tapi kita bersama-sama membaca realita yang ada ketika cinta kita kepada Allah dan RasulNya diletakkan setelah cinta “duniawi”. Atau kita melebihkan cinta manusia daripada cinta kepada Allah dan RasulNya, maka yang terjadi Allah telah memberikan “sangsi” bagi yang berbuat demikian dengan bahasa “Maka tunggullah sampai Allah mendatangkan keputusanNya”.
Realitanya cinta kepada harta telah menenggalamkan Qorun, realita juga menceritakan cinta Adam-Hawa membuat mereka terusir dari Surga. Realita cinta gaya muda-mudi yang terjerumus seks bebas menghasilkan nikah dini by accident atau aborsi. Realita cinta kepada sanak saudara berlebihan sehingga menginginkan tujuh turunan terhidupi dari “bisnis”nya tanpa mempedulikan nasib orang lain, yang terjadi akhirnya penindasan, kedholiman. Itulah di antara sangsi-sangsi yang diberikan Allah kepada kita, ketika penempatan, manajamen cinta kita teralihkan kepada selain Allah dan RasulNya. Sehingga bagi kita yang saat ini telah mengalihkan cinta kita, jika belum jatuh sangsi itu dari Allah, mungkin Allah sedang menundanya, agar kita segera sadar atau Allah akan menunaikannya di Akhirat kelak. Masya Allah. Itulah pelajaran berharga bagi para pencinta.
Sahabat, jika kita sederhanakan kesalahan dalam mencintai menghasilkan dua pengalihan. Pertama: kesalahan dalam memprioritaskan (aulawiyat) cinta. Contonya lebih mencintai harta dan keluarga daripada mencintai Allah. Atau lebih menyukai hukum buatan manusia daripada hukum Allah. Kedua: kesalahan dalam menaruh penunggalan cinta. Menyangka mecintai (mengesakan) Allah padahal sebenarnya telah menduakan atau mensekutukan Allah. Contonya mencintai orang tua dengan cara yang salah, disangkanya dengan mentaati orang tua dalam keburukan tetap disebutnya cinta kepada Allah, padahal itu bukanlah penunggalan cinta kepada Allah. Itu bukanlah bentuk ketaatan kita kepada Allah. Semoga kita terhindar dari yang demikian. Amin.
Sahabat, bukan cinta yang berhak disalahkan, tapi kitalah manusia yang bisa mengatur, mengalihkan kemana seharusnya cinta diarahkan. Sepertinya halnya makan, kita tidak bisa menghindar untuk tidak makan, tapi makan apa, makan dimana, makan berapa, makan dengan siapa, itu yang kita bisa pilih. Demikian pula dengan cinta, kita tidak bisa menghindar untuk tidak mencinta dan dicinta, kita hanya akan bisa mengalihkan, cinta kepada siapa, cinta kepada apa, cinta seberapa dalam, dan seterusnya.
Mari kita renungi satu lagi ayat cinta dari Allah: “Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah Aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS Ali Imron 31).
Betapa Allah cinta kepada kita sehingga kita diberi peringatan agar kita mengikuti RasulNya, dan sebuah anugerah cinta yang tak terkira ketika Allah menghadirkan Rasulullah Saw, sebagai teladan bagi kita. Sudah disuruh taat, kemudian dikasih pula siapa orang yang patut ditaati dan dicontohi, Subhanallah. Pertanyaannya: lalu kenapa kita tidak menurutiNya?
Untuk itu sahabat, marilah kita terus belajar dari naluri cinta yang telah dianugerahkan oleh Allah kepada kita, sebagai bukti cinta Allah kepada mahlukNya. Belajarlah untuk selalu mengalihkan cinta dunia kepada cinta kepada Allah dan RasulNya. [lukyrouf]