KPAI: 2015, Pelaku Bullying di Sekolah Meningkat

 KPAI: 2015, Pelaku Bullying di Sekolah Meningkat

CIVILITA.COM – Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyampaikan ekspos akhir tahun tentang “Potret Perlindungan Anak Indonesia 2015 di kantor KPAI Jakarta Pusat, Rabu (30/12) kemarin.

Dalam laporannya, Ketua KPAI Dr Asrorun Niam Saleh menyampaikan, sepanjang 2015 terjadi penurunan kasus anak sebagai korban kejahatan di lembaga pendidikan. Untuk kasus kekerasan, kenaikan justru terjadi pada anak sebagai pelaku.

“Kecenderungan turunnya kasus anak sebagai korban menunjukkan kesadaran orang tua dan lembaga pendidikan terhadap isu perlindungan anak,” kata Niam.

Berdasarkan data KPAI 2015, anak sebagai korban kekerasan mencapai 147 kasus. Angka tersebut turun jika dibandingkan pada 2014 dengan 159 kasus. Begitu pula dengan anak sebagai korban tawuran yang turun dari 113 kasus (2014) menjadi 87 kasus (2015).

Ironisnya, anak sebagai pelaku bullying (kekerasan di sekolah) mengalami kenaikan dari 67 kasus (2014) menjadi 79 kasus (2015). Sementara, anak sebagai pelaku tawuran mengalami kenaikan dari 46 kasus (2014) menjadi 103 kasus (2015).

“Data naiknya jumlah anak sebagai pelaku kekerasan di sekolah menunjukkan adanya faktor lingkungan yang tidak kondusif bagi perlindungan anak. Faktor keteladanan yg kurang, serta internalisasi semangat tanggung jawab dan kewajiban anak belum optimal,” ungkap Ni’am.

KPAI menilai ada pilar penyelenggara perlindungan anak yang belum berfungsi secara benar, yakni pilar masyarakat dan pemerintah. “Maraknya tayangan yang mengeksploitasi kekerasan melahirkan sikap permisif terhadap kekerasan pada diri anak, dan meneladankan penyelesaian masalah dengan cara kekerasan”, ujarnya.

Untuk itu, tambahnya, pelaku usaha media penyiaran harus menyadari tanggung jawabnya untuk melindungi anak-anak. “Di samping aspek profit ekonomis, pelaku usaha yang memperhatikan aspek etis agar tidak mengorbankan anak-anak dengan tayangan sampah hanya karena rupiah,” urainya.

Situs pornografi dan game online juga ditengarai sebagai penyebab naiknnya anak sebagai pelaku kekerasan. “Pemerintah harus hadir secara tegas untuk mencegah paparan tayangan dan games kekerasan semata untuk melindungi anak”, ujarnya.

“Anak cenderung mengimitasi. Dia belajar dari tayangan dan games yang mengajarkan kekerasan, pornografi dan hal negatif lainnya,” kata Ni’am.

Oleh sebab itu, ditambahkannya, KPAI mendesak pelaku usaha internet dan game online untuk lebih serius menanagani dampak buruk permainan jenis ini. Selama ini, KPAI menilai tidak seriusnya pelaku usaha menciptakan game online yang ramah anak.

“Mendikbud, dengan anggaran pendidikan yang sangat besar harus inovatif, salah satunya dengan masuk melakukan intervensi dengan penyediaan games anak yang edukatif, dan disediakan secara massal yang mudah dijangkau anak-anak,” tandasnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *