Imam Ahmad dan Istighfar Tukang Roti

Ilustrasi: Penjual roti di Yerusalem.
IMAM Ahmad bin Hanbal ra (Baghdad, 780 M/164 H) akrab dengan sebutan Imam Hanbali, adalah satu dari empat imam mazhab yang masyhur di kalangan Ahlussunnah wal jamaah. Imam Ahmad adalah murid Imam Syafi’i ra.
Di akhir hayatnya, Imam Ahmad pernah bercerita. Suatu kali beliau sangat ingin pergi dari Baghdad menuju ke salah satu kota di Irak. Padahal tidak ada agenda apa pun.
Akhirnya Imam Ahmad pergi sendiri menuju ke kota Bashrah (530 km).
Beliau bercerita, “Saat tiba di sana waktu Isya’, saya ikut shalat berjamaah Isya’ di sebuah masjid. Hati saya merasa tenang, kemudian saya ingin istirahat.”
Setelah shalat usai dan jamaah bubar, Imam Ahmad ingin beristirahat di masjid itu, namun tiba-tiba marbot masjid datang menemuinya sambil bertanya, “Ya syekh, mau ngapain disini?.”
Marbot masjid tidak mengetahui jika yang ada di depannya adalah seorang ulama masyhur, Imam Ahmad. Dan beliaupun tidak memperkenalkan siapa dirinya. Padahal di Irak, semua orang kenal siapa beliau. Seorang ulama besar dan ahli hadis, sejuta hadis dihafalnya, sangat saleh dan zuhud.
Imam Ahmad menjawab singkat, “Saya ingin istirahat, saya musafir.” Marbot itu menjawab, “Tidak boleh, tidak boleh tidur di masjid.” Imam Ahmad melanjutkan bercerita, “saya didorong-dorong oleh orang itu disuruh keluar dari masjid. Setelah keluar masjid, maka dikuncilah pintu masjid itu.”
“Lalu saya ingin tidur di teras masjid.” Tapi ketika sudah berbaring di teras masjid marbot itu datang lagi, bahkan sembari marah-marah kepada Imam Ahmad.
“Mau ngapain lagi syekh?” Kata marbot. “Mau tidur, saya musafir,” kata Imam Ahmad. Lalu marbot berkata, “Di dalam masjid tidak boleh, di teras masjid juga tidak boleh”. Imam Ahmad pun diusir. “Saya didorong-dorong sampai jalanan.”
Di samping masjid ada sebuah rumah kecil dengan penghuninya seorang tukang roti. Tukang roti ini sedang asyik membuat adonan saat Imam Ahmad didorong keluar oleh marbot Masjid. Sehingga ketika Imam Ahmad sampai di jalanan, ia pun menghampiri. “Mari syekh, anda boleh nginap di tempat saya. Saya punya tempat, meskipun kecil,” kata tukang roti itu.
Imam Ahmad pun masuk ke rumahnya, duduk di belakang penjual roti yang sedang membuat adonan. Namun beliau tidak memperkenalkan dirinya.
Tukang roti ini hanya bicara jika ditanya. Jika tidak, dia terus membuat adonan roti sambil melafalkan istighfar. Astaghfirullah. Setiap dia melakukan proses pengadonan. Selalu berucap “Astaghfirullah.”
Imam Ahmad bertanya. “Sudah berapa lama kamu lakukan ini?”. Orang itu menjawab, “Sudah lama sekali syekh. Saya menjual roti sudah 30 tahun. Jadi semenjak itu saya lakukan.”
“Apa hasil dari amalmu ini?”, orang itu menjawab, “(Karena istighfar), tidak ada hajat yang saya minta, kecuali pasti dikabulkan Allah. Semua yang saya minta ya Allah…., langsung diterima.”
Lalu orang itu melanjutkan, “Semua dikabulkan Allah kecuali satu, masih satu yang belum Allah kabulkan”.
Imam Ahmad penasaran. Kemudian bertanya, “Apa itu?” “Saya minta kepada Allah supaya dipertemukan dengan Imam Ahmad.”
Seketika itu juga Imam Ahmad bertakbir, “Allahu akbar, Allah telah mendatangkan saya jauh dari Baghdad pergi ke Bashrah dan bahkan sampai didorong-dorong oleh marbot masjid itu sampai ke jalanan karena istighfarmu.”
Tukang roti itupun terperanjat. Seketika memuji Allah. Sebab ternyata yang di depannya adalah Imam Ahmad ra. Subhanallah….
Keutamaan Istighfar
Dalam kitab Lubbabul Hadits bab ke-20, Imam As-Suyuthi (w. 911) menuliskan sepuluh hadis tentang fadhilah (keutamaan istighfar). Salah satunya adalah hadits:
قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: {لِكُلِّ دَاءٍ دَوَاءٌ وَدَوَاءُ الذُّنُوْبِ الْاِسْتِغْفَارُ}.
“Setiap penyakit itu ada obatnya dan obat-obatnya dosa adalah istighfar/meminta ampunan.” (HR. Imam Ad-Dailami dari Ali k.w;
Selain diampuni segala dosa-dosanya, seorang yang gemar beristighfar juga akan diberi jalan keluar, kelapangan, rezeki dan dikabulkan semua permintaannya.
“Barang siapa memperbanyak istighfar; niscaya Allah memberikan jalan keluar bagi setiap kesedihannya, kelapangan untuk setiap kesempitannya dan rizki dari arah yang tidak disangka-sangka.” (HR. Ahmad dari Ibnu Abbas). [SR]