Stoikisme Pemuda ‘Nyeni’ dalam Kode Langit

 Stoikisme Pemuda ‘Nyeni’ dalam Kode Langit

Ilustrasi (pixabay.com)

Mark Manson, penulis ‘Sebuah Seni Untuk Bersikap Bodo Amat’ bukan mengajarkan kita buat cuek semena-mena. Justru sebaliknya dia mengajarkan kita buat milih, mana hal yang memang layak dipikirkan, dan mana yang cuma buang energi. Dia bilang, hidup itu tidak hanya tentang jadi positif terus. Tapi tentang sadar bahwa rasa sakit, gagal, kecewa—itu semua bagian dari perjalanan.

Bukan buat dihindari, tapi buat dihadapi. Bukan soal jadi hebat, tapi soal ngerti: “apa sih yang bener-bener penting buat aku?”

Mark juga mengajak kita buat berhenti mengejar hidup sempurna. Karena makin dikejar, makin jauh. Kita malah jadi capek sendiri. Maka seni-nya disini: seni untuk tidak mengurusi semua hal, seni untuk memilih mana yang pantas dikasih perhatian, dan mana yang cukup dilepaskan.

Karena hidup ini bukan soal “jika A maka B”. Kadang kamu udah baik, tapi tetap disalahkan, udah usaha, tapi tetap gagal, udah jujur, tapi malah dijauhi.

Itu sebabnya, hidup tidak cukup cuma dijalani dengan ilmu. Tapi juga dengan rasa. Dengan hati. Dengan seni.

Karena kalau hidup ini kayak matematika, harusnya semua orang bisa sukses asal mengikuti langkah-langkahnya. Tapi nyatanya? Ada yang sukses karena kerja keras, ada yang sukses justru karena tahu kapan istirahat. Ada yang maju karena nekat, ada juga yang selamat karena main aman.

Dulu, Sun Tzu, Seorang Jendral Perang nulis The Art of War dia tahu, dalam perang sekalipun, yang paling penting bukan otot atau senjata—tapi cara mikir yang lentur. Cara mengerti musuh, cara menghitung angin, cara memilih waktu.

Nah, sekarang cara itu dipakai juga buat kehidupan sehari-hari. Karena yang kita hadapi sekarang bukan musuh perang, tapi tekanan batin, ekspektasi orang, tuntutan hidup, ketidakpastian.

Jadi kalau hari ini kamu lagi bingung, lagi jatuh, atau lagi ngerasa semua orang nggak ngerti kamu… Ingat, kamu cuma perlu belajar peka. Peka sama diri sendiri. Peka sama keadaan. Dan pelan-pelan, belajar menjalani hidup dengan caramu sendiri.

Memang benar, hidup punya rumusnya sendiri, dikasih ujian, kita belajar sabar, diberi nikmat, kita bersyukur. Tapi rumus-rumus itu tak selalu bekerja dalam terang. Kadang ia menyamar dalam luka, kadang bersembunyi di balik keheningan. ia liar, ia semaunya.

Maka aku tak lagi tanya: “Kenapa ini terjadi padaku?”
Aku hanya tanya: “Apa yang bisa kulakukan sekarang?”
Bukan pasrah. Tapi paham.
Bukan lemah. Tapi tenang.

Sebab kendali bukan soal dunia yang jinak, tapi hati yang tak mudah diguncang.
Dan disinilah stoik bertemu nyeni.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

15 + nineteen =