Sepercik Hikmah Khitbah Bunda Khadijah
CIVILITA.COM – “Bolehkah akhwat mengkhitbah?” Begitulah, kira-kira kalau pertanyaan singkat itu. Di kesempatan kali ini, mari bersama mengambil sepercik hikmah dari bunda Khadijah, untuk menjawab pertanyaan “bolehkah akhwat mengkhitbah?”
Khadijah Binti Khuwailid, bukanlah wanita biasa, wanita yang tak sekedar wanita. Wanita yang penuh dengan aura kemuliaannya. Secara fisik duniawi, Khadijah tergolong wanita kaya dan saudagar ternama. Ia sosok wanita cantik rupa walau sudah menginjak masa tua. Dalam perjalanan hidupnya. Ia mengenal sosok yang bernama Muhammad, yang tak lain adalah karyawannya. Khadijah jatuh hati kepada sosok pemuda Muhammad, bukan karena fisik duniawi. Tapi karena kejujuran dan budi pekertinya.
Bagi Khodijah sosok seperti itulah yang akan bisa memberikan pemahaman agama yang bagus dan kuat. Sosok Muhammad yang biasa dan sederhana itu merupakan calon Nabi dan Rasul untuk umat akhir zaman yang hidup di dunia.
Kala itu Khadijah berusia 40 tahun, sementara Muhammad berusia 25 tahun. Berpaut usia dan juga berpaut harta. Tapi itu tak membuat Khadijah mengurungkan niatnya mengkhitbah Muhammad, sosok yang mempesona imannya. Kepribadian. Ya, itulah pilihan yang dijatuhkan Khadijah kepada sosok Muhammad, yang kelak jadi Nabi panutan umat.
Lelaki adalah qowam. Sudahlah pantas jika seorang Khadijah memilih seseorang yang bisa menjadi Imam hidupnya. Lelaki adalah nahkoda. Sudahlah pantas jika seorang Khadijah memilih seseorang yang bisa jadi panutan diri dan anak-anaknya kelak. Dan pilihan itu dijatuhkan kepada sosok Muhammad.
Bukan harta yang dicari Khadijah dari sosok seorang Muhammad. Karena harta akan minta dijaga, sementara qawam adalah penjaga. Usia tak jadi masalah bagi Khadijah. Karena kepribadian bukan semata ditentukan oleh usia, tapi oleh pemikiran. Kecantikan dirinya bagi Khadijah bukan untuk dibandingkan dan disandingkan. Karena rupa tak selalu setara dengan kepribadian. Muhammad Sang Rasul pun menerima diri Khadijah bukan karena hartanya, karena harta itu bukan milik Khadijah, tapi milik Tuhan-nya Khadijah.
Sahabatku, tidak selalu harus ikhwan mengkhitbah akhwat. Akhwat pun punya hak menentukan qawam, panutan bagi dirinya dan anak-anaknya kelak. Tidak ada standar hina-mulia, ketika akhwat mengkhitbah ikhwan. Karena standar hina-mulia Allah yang bikin, bukan manusia.
Untuk itu, duhai kaum hawa jika kau telah punyai ikhwan idaman, baik agamanya maka segeralah khitbah dia via makcomblangmu. Kesempatan biasanya tidak datang dua kali. Jika tiba-tiba ada undangan darinya, maka yang tersisa hanya penyesalan, terlambat sudah.
Jangan pernah takut ditolak khitbah. Sebab jika landasan mengkhitbahnya karena Allah, maka tak pernah ada sakit setelahnya. Yakin saja Allah mempersembahkan apa yang kita butuhkan, bukan selalu apa yang kita inginkan. Positif thinking. Coba pikir secara jernih, mendingan mana, ditolak karena pernah mencoba daripada bermimpi diterima padahal itu hanya mimpi.
Yakin saja, semua ada jodohnya. Sandal jepit saja, ada kanan ada kiri. Tak berjodoh dengannya, Allah sudah siapkan yang lebih baik darinya. Saya doakan, semoga mudah urusannya, dekat jodohnya, kuat hadapi cobaan, jika memang akhirnya kamu ditolak. [LukyRouf]