Remaja Terjebak dalam Liberalisasi Pergaulan

Ilustrasi
Pergaulan bebas di kalangan remaja semakin merajalela. Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mencatat sebanyak 20 persen remaja berusia 14 hingga 15 tahun di Indonesia sudah pernah melakukan hubungan seksual di luar nikah. Diikuti dengan usia 16 hingga 17 tahun sebesar 60 persen. Sementara di umur 19 sampai 20 tahun sebanyak 20 persen.
Menurut Ketua BKKBN, Hasto Wardoyo, fenomena maraknya seks bebas di kalangan remaja disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, adanya perubahan pada tubuh wanita yang setiap tahunnya mengalami kemajuan masa pubertas sekaligus masa-masa menstruasi. Rata-rata remaja perempuan hari ini mengalami menstruasi di usia 12,5 tahun.
Kedua, adanya pengaruh media sosial yang secara bersamaan menyebabkan maraknya seks bebas di kalangan remaja. Gaya berpacaran remaja hari ini semakin berani, 75 persen berpegangan tangan dan 25 persen melakukan ciuman.
Kemudian, anak-anak yang kekurangan kasih sayang dari orang tuanya atau anak yang berasal dari broken home, juga memungkinkan untuk terjerumus ke dalam seks bebas.
Untuk menanggulangi masalah ini, para pakar meminta para orang tua untuk lebih mengawasi pergaulan anak-anaknya dan mengajarkan edukasi seks kepada para remaja. Selain itu, ada upaya untuk melegalkan pendidikan seksual dan reproduksi di sekolah agar remaja mengetahui resiko seks bebas dan mereka akan menghindarinya.
Sekulerisme-Kapitalisme
Sungguh miris! Realita darurat perzinahan di kalangan remaja semakin menunjukkan bukti nyata kerusakan dari penerapan ide sekularisme kapitalisme. Seorang ulama besar sekaligus mujtahid abad ini, Syaikh Taqiyyudin an Nabhani, dalam kitabnya Nidzhamul Islam bab Thariqul Iman menjelaskan bahwa manusia akan mengatur perbuatannya sesuai dengan pemahamannya. Pemahaman itu akan dibentuk oleh pemikiran yang dipengaruhi oleh cara pandang hidup atau ideologi.
Pemikiran masyarakat hari ini dipengaruhi oleh ideologi kapitalisme yang berlandaskan akidah sekularisme. Standar kebahagiaan dari ideologi ini adalah meraih materi dan kepuasan jasadiyah (fisik) tanpa batas dan tanpa memperhatikan aspek agama. Sehingga masyarakat akan menilai bahwa perzinahan adalah pemenuhan kepuasan untuk mendapatkan kebahagiaan dari sebuah hubungan. Sehingga wajar banyak remaja saat ini yang terjerat pergaulan bebas sampai pada kasus perzinahan.
Masyarakat hari ini pun sudah menganggap bahwa perzinahan bukan hal yang tabu lagi selagi suka sama suka. Kontrol sosial pun hilang karena masyarakat mulai membiarkan perzinahan.
Kondisi ini semakin diperparah karena negara juga tak hadir untuk menanggulangi masalah pergaulan bebas di kalangan remaja. Konten-konten merusak yang bisa memicu munculnya naluri seks remaja bebas ditayangkan dalam bentuk film, sinetron, dan iklan yang mengumbar aurat dan gerakan-gerakan erotis. Bagi kapitalis, apa pun akan dilakukan selama ada peluang yang menghasilkan uang. Alih-alih menjadi pelindung, negara justru berada di pihak pengusaha karena dianggap bisa menambah pendapatan negara.
Faktanya negara sekadar menyeru orang tua untuk senantiasa mendampingi putra putrinya dan selektif dalam memilih tontonan. Padahal, dalam dominasi kapitalisme negara gagal menjamin kesejahteraan keluarga sehingga membuat semua anggota keluarga terpaksa banting tulang ikut bekerja demi memenuhi kebutuhan hidup. Jika semuanya sibuk bekerja, apakah orang tua masih punya waktu untuk mendampingi anak-anaknya dan memberikan pendidikan yang terbaik? Tentu sangat sulit.