KPSI : Berjuang Bersama Menegakkan Syariat Islam

 KPSI : Berjuang Bersama Menegakkan Syariat Islam

CIVILITA.COM – Tahun 2002, tiga belas tahun silam, di Masjid Babussalam, Ulak Karang, Kecamatan Padang Utara, sekelompok pemuda yang peduli terhadap perkembangan masyarakat Padang berdiskusi. Mereka resah dengan perilaku umat Islam yang kian hari makin jauh dari syariah. Kemunkaran dan kerusakan moral merajalela, masyarakat telah terbiasa dengan judi dan domino. Padahal tradisi asli masyarakat Minangkabau berpegang pada Adat Basandi Syara’ Syara’ Basandi Kitabullah. Kini, tanah Minang yang dulu sangat religius seolah hilang, terkikis oleh roda jaman.

Karenanya 15 orang yang tergabung dalam Kesatuan Remaja dan Pemuda Masjid Babussalam yang saat itu berdiskusi di Masjid tersebut bertekad mendirikan sebuah wadah perjuangan untuk melakukan amar ma’ruf nahi munkar di wilayah Sumatera Barat. Ikhtiar itu membuahkan hasil. Akhirnya disepakatilah untuk membentuk Forum Penegakan Syariat Islam (FPSI).

“Kemudian kami menemui Ketua MUI Sumatera Barat, Prof Dr H Mansyur Malik. Alhamdulillah beliau bersedia bergabung menjadi penasehat”, ungkap Dr. Irfianda Abidin, Ketua FPSI saat itu.Aktivitas FPSI pun mulai berkibar. Pada pertengahan 2003, mereka menjalankan kegiatannya di kota Padang. Memasuki Ramadhan tahun itu, bekerja sama dengan Satpol PP dan berbagai ormas Islam, FPSI melakukan razia di cafe-cafe dan rumah makan yang beroperasi pada siang hari. Mereka dinasehati agar mematuhi peraturan yeng telah disepakati.

Tahun 2005. Umat Islam di kota Padang mendukung penuh aktivitas yang dilakukan oleh FPSI. Saat itu berkumpul 53 tokoh dan ulama dari hampir seluruh kota dan kabupaten di Sumatera Barat. Para ulama itu adalah delegasi yang akan mengikuti acara Mudzakarah Ulama Se-Sumatera di Palembang, Sumatera Selatan.

”Nah, dalam perjalanan ke Sumatera Selatan itu para ulama meminta agar dibentuk Komite Penegakan Syariat Islam (KPSI) yang cikal bakalnya adalah FPSI ini” ungkap Ustaz yang juga seorang pengusaha itu.

Terbentuknya KPSI

Bulan April 2005. Sebulan setelah pertemuan ulama di Palembang para ulama berkumpul kembali. Selama rentang waktu dua bulan (April-Mei) dilaksanakan tujuh kali pertemuan. Hasilnya, pada akhir bulan Mei sudah tersusun lengkap semua instrumen KPSI. ”Baik AD/ART sebagai panduan organisasi maupun susunan pengurus yang saat itu hampir mencapai 100 orang”, terang Irfianda yang bergelar Datuk Panghulu Basa ini.

Setelah semua instrumen disiapkan, pada tanggal 30 Juli 2005 dilakukan deklarasi KPSI Sumatera Barat. Acara deklarasi itu diselenggarakan di lapangan terbuka di depan kantor DPRD Propinsi Sumatera barat. Para tokoh ormas nasional pun dihadirkan untuk menyampaikan orasi. Hadir menyampaikan kampanye Penegakan Syariah Islam antara lain ketua umum DDII, H. Hussein Umat (alm), KH. Abu Bakar Baasyir (Amir MMI saat itu), KH. Muhammad Al Khaththath (Sekjen FUI), Ustadz Bachtiar Natsir, serta para tokoh dan ulama lokal Sumatera Barat.

”Deklarasi itu dihadiri oleh 10 ribu orang dari kota dan kabupaten se Sumatera Barat. Seluruh tokoh mendukung berdirinya KPSI ini” ungkap Irfianda.

Rupanya, deklarasi KPSI itu mendapat apresiasi dari Gubernur Sumatera Barat kala itu, H. Gamawan Fauzi, SH. Buktinya, dua hari setelah deklarasi, pengurus KPSI diundang untuk berdiskusi mengenai Syariat Islam.

”Kita diundang oleh gubernur pagi-pagi agar ke rumahnya. Dengan didampingi oleh Ustadz Abu Bakar Baasyir, kita mengemukakan pentingnya penegakan syariah Islam” ingat Irfianda. Mengapa itu mesti dilakukan? ”Untuk menyelamatkan kondisi umat yg mengalamai kerusakan” lanjutnya.
Ternyata Gubernur setuju dan mendukung gerakan tersebut. Bahkan, menurut Irfianda gubernur Gamawan Fauzi sempat meneteskan air mata. ”Beliau berpesan agar KPSI memperkuat di akar rumput. Alasannya, karena gubernur hanya perpanjangan dari pemerintah pusat. Pak Gubernur mengatakan kalau nanti tekanan dari akar rumput menguat, saya siap memperjuangkan. Artinya pak gubernuir siap berjuang jika masyarakat yang memintanya” jelasnya.

KPSI didirikan dengan tujuan untuk memperjuangkan penegakkan syariah Islam. Awalnya yang berhimpun di organisasi ini ada 13 elemen ormas Islam di Sumbar, seperti DDII, MMI, HTI, PII, Pemuda Muhammadiyah dan lain-lain. Meski awalnya berdiri di Sumatera Barat, kini setelah empat tahun berdiri, KPSI telah menjadi gerakan nasional. Berbagai cabang dan daerah dideklarasikan.Permintaan dari para ulama dan tokoh Islam untuk mendirikan KPSI berdatangan. Mulai dari Riau, Jambi hingga Jakarta.

Ketika ditanya apakah ada hubungan antara KPSI dengan KPPSI Sulsel, Irfianda menjawab tidak. ”KPSI tetap independen. Jika ada hubungan, itu adalah tansiq (koordinasi) antarharakah untuk tathbiqus Syariah (penerapan syariah)” paparnya.

Bagi KPSI, penerapan Syariat Islam adalah harga mati. Sebab menurut mereka tidak ada aturan lain lagi yang bisa menyelamatkan masyarakat Indonesia dari keterpurukan. ”Syariat Islam inilah sistem yang telah dijamin oleh Allah dalam al Quran yang bisa mensejahterakan umat. Ini yang belum dicoba” jelas Irfianda.

Untuk tujuan itulah KPSI banyak melakukan tawaran tansiq (koordinasi) dengan ormas dan gerakan-gerakan Islam. ”Siapa yang di depan itu tak penting. Yang penting berjuang bersama untuk menegakkan syariat Islam” katanya.

Selain berkoordinasi dengan gerakan-gerakan serupa, KPSI sendiri juga melakukan kegiatan-kegiatan kampanye Syariat Islam. Di antaranya seminar, diskusi, penerbitan buletin, bahkan juga aksi-aksi untuk menghilangkan penghalang bagi penegakan Syariat Islam. Seperti aksi menuntut pembubaran Ahmadiyah. [MSR]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *