Keutamaan Puasa Arafah 9 Zulhijjah

Ilustrasi: Jemaah haji menaiki Bukit Jabal Rahmah saat Wukuf di Arafah.
Kemudian Imam At-Tirmizi berkata, ‘Inilah yang diamalkan oleh kebanyakan para ulama, mereka menganjurkan tidak berpuasa di ‘Arafah, agar seseorang kuat untuk berdoa. Sebahagian ulama berpuasa hari ‘Arafah di ‘Arafah.
Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani berkata, “Diriwayatkan dari Ibnu Az-Zubair, Usamah bin Zaid, dan Aisyah bahwa mereka berpuasa ‘Arafah. Hal itu mengherankan Al-Hasan, dan ia menceritakkan dari Usman. Dan riwayatkan dari Qatadah mazhab lain. Ia berkata, “Tidak masalah jika tidak melemahkan (dirinya) dari berdoa. Al-Baihaqi menukilkannya di “Al-Ma’rifah” dari Asy-Syafi’i dalam qaul qadim, dan dipilih oleh Al-Khatthabi dan Al-Muwalli dari Syafiyyah. Mayoritas ulama betkata, “dianjurkan untuk tidak berpuasa, sehingga ‘Atha’ berkata, “Barangsiapa yang tidak berpuasa agar kuat untuk berzikir, maka ia,l mendapatkan pahala orang yang berpuasa.”
Ath-Thabari berkata, “Sesungguhnya Rasulullah shallahu ‘alaihi wa salam tidak berpuasa di ‘Arafah untuk menunjukkan bolehnya memilih bagi orang berhaji di Mekkah agar tidak melemahkan (dirinya) dari berdoa, karena berzikir itu diperintahkan di ‘Arafah.”
Ada yang berpendapat, “Sesungguhnya dimakruhkan puasa ‘Arafah karena ia adalah hari Raya orang-orang yang berwukuf karena mereka berkumpul padanya. Hal ini didukung oleh riwayat Ashhabus Sunan (para penulis kitab Sunan) dari Uqbah bin ‘Amir, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Hari ‘Arafah dan hari Nahr dan hari-hari Mina adalah Hari Raya kami orang-orang Islam.” (Fathul Bari: 4/302).
Al-Mubarakfuri berkata, “Pendapat jumhur ulama bahwa dianjurkan tidak berpuasa hari ‘Arafah di ‘Arafah adalah pendapat yang kuat. Dalilnya adalah hadits Abu Hurairah, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang puasa ‘Arafah di Arafah. Hadits ini dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah dan Al-Hakim sebagaimana dikatakan oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam kitabnya Fathul Bari. Dan sebahagian salaf mengambil zhahirnya. Maka datang dari Yahya bin Sa’id Al-Anshari, ia berkata: wajib tidak berpuasa hari ‘Arafah bagi orang yang berhaji. Wallahu ta’ala a’lam.” (Tuhfatul Ahwazi: 3/520).
Keutamaan Puasa Hari ‘Arafah
Adapun keutamaan puasa ‘Arafah adalah menghapus dosa dua tahun sekaligus yaitu setahun yang lalu dan setahun yang akan datang, berdasarkan hadits-hadits shahih yaitu:
Dari Abu Qatadah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Berpuasa pada hari ‘Arafah, aku mengharapkan kepada Allah untuk menghapus dosa-dosa setahun sebelum dan sesudahnya”. (HR. Muslim dan At-Tirmizi).
Dari Abu Qatadah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Puasa hari ‘Arafah menghapus dua tahun yaitu (setahun) yang lalu dan (setahun) yang akan datang. Puasa ‘Asyura menghapus setahun yang lalu.” (HR. Al-Jama’ah kecuali Al-Bukhari dan At-Tirmizi).
Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-Bassam berkata, “Zhahir hadits ini bahwa puasa hari ‘Arafah menghapus dosa-dosa kecil dan besar. Ini pendapat sebahagian ulama. Adapun jumhur ulama berkata, “Sesungguhnya puasa hari ‘Arafah tidak lebih utama dari shalat lima waktu. Telah datang hadits Abu Hurairah di dalam Shahih Muslim, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Shalat lima waktu dan Jum’at ke Jum’at (berikutnya) menghapus dosa-dosa di antara waktu-waktu tersebut selama tidak dikerjakan dosa-dosa besar.” (Taudhihul Ahkam Min Bulughil Maram: 530).
Imam An-Nawawi berkata, “Yang dimaksud dengan dosa-dosa yang dihapus oleh puasa adalah dosa-dosa kecil. Maka jika tidak ada dosa-dosa kecil, diharapkan dapat mengurangi dosa-dosa besar. Jika tidak ada, ditinggikan derajat-derajat untuknya.” (Taudhihul Ahkam min Bulughil Maram: 530).