Jangan Gemar Berghibah

Ilustrasi
SEORANG muslim apalagi aktivis Islam harus meninggalkan perbuatan menggibah saudaranya. Yaitu gemar menyebut keburukan saudaranya di belakang punggungnya.
Sebaliknya, tulis Ustaz Fauzi Sanqarth dalam kitabnya “At-Taqarrub Ilallah, Thariqut Taufiq”, seorang aktivis Islam hendaknya menyibukkan diri dengan menyebut aib (kelemahan/ keburukan) orang-orang kafir dan munafik dan menjelaskan makar yang mereka kerjakan sepanjang malam untuk menghancurkan Islam dan kaum muslimin.
Sufyan bin Husain Al Wasithy berkata: Aku menyebut keburukan seorang lelaki di samping Ayas bin Muawiyah Al Maziniy seorang Qadli Basrah—dia adalah seorang thabi’in yang kecerdasannya pilih tanding, lalu dia melihat wajahku sambil berkata: “Apakah Anda pernah memerangi Romawi?” Kujawab: “Tidak”. Dia bertanya: “Apakah Anda sudah memerangi Sind, Hindia, dan Turki?” Kujawab: “Tidak”. Maka dia berkata: “Mengapa Romawi, Sind, Hindia, dan Turki selamat darimu, sedangkan saudaramu yang muslim tidak selamat darimu?” Sufyan berkata: Setelah Itu aku tidak pernah mengulanginya.”
Seorang muslim harus meninggalkan sikap buruk sangka terhadap saudara-saudaranya. Dan hendaknya ia hanya menceritakan kebaikan perbuatan mereka. Rasulullah Saw bersabda:
“Jauhilah oleh kalian berprasangka buruk karena prasangka buruk itu sedusta-dustanya omongan.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Buruk sangka (su’uzhan) akan menyeret seseorang untuk melakukan tajassus (mata-mata) yang dilarang. Para pemuda hendaknya menutup aib saudaranya dan tidak memperhatikan hal itu. Hal ini termasuk salah satu ciri khas ahli takwa.
Abdullah bin Al Mubarak berkata: “Seorang mukmin suka memberi banyak maaf dan munafik suka mencari-cari kesalahan”.
Sudah dikenal bahwa sumber dari sikap lalai dalam menutup aurat –yakni aib atau keburukan seseorang yang tidak diinginkan diketahui orang lain — dan sikap gemar membuka aib adalah rasa dengki dan hasut. Mukmin yang benar menjauhkan diri dan hal tersebut. [SR]