Bercanda itu Boleh asalkan?
Suatu ketika rumah Rasulullah di datangi seorang nenek, ia hendak bertanya kepada Nabi perihal penghuni surga. “Ya Rasulullah, adakah gerangan penghuni surga wanita tua sepertiku?” maka dengan jujur nabi mengatakan “tidak ada,” jawaban nabi seketika membuat ia menangis, ia membayangkan bahwa tempatnya pasti di neraka. Rasulullah tersenyum.
Belum selesai si nenek menangis Nabi Muhammad shalallahu’alahi wa salam melanjutkan jawabannya. “Tidak ada wanita tua seperti nenek, karena di surga semua wanita tua dimudakan kembali oleh Allah” mendengar hal ini sang nenek sumringah hilang seketika tangisan diwajahnya. Di kembalikan usia muda, siapa yang tidak mau?
Ialah candaan Rasulullah, mengandung pelajaran dan hikmah, memberikan gambaran pada kita bahwa islam tidak selalu bersikap kaku. Bahkan disebutkan para sahabat ketika bercanda saling melempar buah semangka.
Mungkin beda zaman, beda pula candaan. Hari ini gelak canda tawa dirasa kurang mendidik bahkan cenderung mengundang amarah. Hanya karena ingin membuat orang tertawa ia rela berbohong sedemikian rupa. “Aku menjamin surga,” ucap Rasulullah “bagi siapapun yang meninggalkan dusta walau bercanda.” Agaknya kita perlu mencurigai diri sendiri tentang candaan ini, bukan dia ataupun mereka, tapi kita yang perlu bermuhasabah, jangan-jangan kita sendiri pelakunya.
Rasulullah tidak pernah melarang umatnya bergurau asalkan tidak mengada-ngada, melebihkan, atau menguranginya. Sebab, tidak semua orang suka candaan, tidak semua manusia menyukai ledekan. Jagalah lisan, sebelum diperhitungkan.
“Wahai Nabi, engkau memakan kurma lebih banyak dari pada aku” ucap Ali bin Abi Thalib keheranan, “Lihatlah biji-biji kurma yang menumpuk di tempatmu” Nabi pun tersenyum, kemudian menjawab, “Ali, kamulah yang memakan lebih banyak kurma,” sanggah Rasulillah, “Aku memakan kurma dan masih menyisakan biji-bijinya. Sedangkan engkau, memakan kurma berikut biji-bijinya.”
Eaa..
1 Comment
[…] Sumber : civilita.com […]