Air Mata Rohingya, Air Mata Kita Semua

 Air Mata Rohingya, Air Mata Kita Semua

Penindasan kaum muslim di rohingya masih terus berlanjut. Kelaparan, kemiskinan, pembakaran rumah-rumah, hingga tindakan-tindakan penganiayaan berupa pemukulan, pengusiran dan pembunuhan tak berprikemanusiaan seakan tak berkesudahan dialami warga rohingya. Hal ini dialami rata oleh semua orang, baik laki-laki, perempuan, tua, muda, anak-anak bahkan balita tak lepas dari keganasan militer myanmar. Mereka seakan hama di ladang yang diberantas habis karena dianggap mengotori lahan yang akan digarap dan ditanami. Pantaskah perlakuan yang mereka terima selama ini? Di tengah era global, modernisasi dan kecanggihan teknologi, masih saja ada kaum yang terjebak oleh penindasan dan kesengsaraan yang berkepanjangan.

Terisolasi di Negeri Sendiri

Rohingya merupakan kelompok etnis muslim asli yang menetap di wilayah Arakan sejak abad XVI. Wilayah tersebut saat ini menjadi bagian dari Negara Bagian Rakhine, wilayah Myanmar Barat yang berbatasan langsung dengan Bangladesh.

Sejak sebelum kemerdekaan Myanmar, etnis Rohingya telah berkali-kali berusaha disingkirkan dari wilayahnya. Pada tahun 2012, muncul gerakan Rohingya Elimination Group yang didalangi oleh kelompok ekstremis 969. Konflik yang pecah memakan korban 200 jiwa dan 140.000 warga Rohingya lainnya dipaksa tinggal di kamp-kamp konsentrasi yang tidak manusiawi. Menurut sebuah studi oleh International State Crime Initiative (ISCI) dari Queen Mary University of London, Rohingya sudah mulai memasuki tahap akhir genosida yaitu pemusnahan massal dan penghilangan dari sejarah. PBB juga menyebut Rohingya sebagai kelompok etnis paling teraniaya di dunia.

Saat ini Muslim Rohingya yang masih berada di Rakhine hidup terisolasi dalam ketakutan. Sejauh ini jumlah populasi etnis Rohingya di Provinsi Rakhine semakin menurun drastis hingga menjadi 40% dibanding tahun sebelumnya. Populasi Rohingya menurut UNHCR ialah 1,3 juta orang, dimana 926.000 adalah orang-orang yang tidak memiliki kewarnegaraan dan 375.000 lainnya menjadi pengungsi di negara mereka sendiri. Sejak tahun 2013 lalu, ribuan warga melarikan diri ke negara-negara Indonesia, Malaysia, dan Thailand melalui jalur laut. Pria, wanita, dan anak-anak terkatung-katung di dalam kapal tanpa kejelasan apakah daratan yang mereka tuju bersedia menerima mereka. (https://act.id/rohingya/)

Mirisnya, dengan berbagai kabar berita yang tersebar di media sosial maupun media massa, pihak pemerintah myanmar tetap mengklaim tidak melakukan tindakan yang dituduhkan. Mereka terus saja menyangkal dan bersikukuh bahwa apa yang mereka lakukan adalah sebatas pemberantasan kelompok garis keras, Arakan Rohingnya Salvation Army (ARSA), yang telah menyerang pos-pos keamanan sehingga menewaskan beberapa orang polisi. (Beritahati.com)

Mari kita cermati. jika memang misinya seperti itu. Lantas pantaskah pemerintah melalui militernya membabi buta dengan membakar rumah-rumah rakyat sipil? Mengusir, membunuhi mereka tanpa pandang bulu. Adakah balita-balita itu paham dengan kondisi yang terjadi? Adakah mereka mengerti gerakan ARSA? Orang-orang tua, wanita-wanita lemah, mereka semua yang pada hakikatnya sepanjang berada di negeri sendiri pun tak pernah mendapat pemenuhan hak yang cukup, kini menjadi korban dari kebengisan pemerintah mereka sendiri. Jadi kalaupun muncul gerakan-gerakan sebutlah ‘pemberontakan’ atau garis keras, itu semata dipicu oleh kondisi kehidupan yang serba kekurangan. Tekanan. Ketidakadilan. Ketidakmanusiawian. Nyatanya menjadi warga negara pun muslim rohingya tak dapat pengakuan.

Artinya salah jika pihak ARSA disalahkan atas tindakan genoside etnis rohingya. Begitu pula alasan pemerintah yang ingin membalas gerakan radikal dengan memberangus etnis rohingya, saya katakan ngawur.

Islam Solusi Untuk Rohingya

Permasalahan yang nampak di permukaan bukan gerakan perlawanan atas kelompok radikal. Akan tetapi, upaya penghapusan etnis rohingya secara tuntas. Karena etnis rohingya adalah komunitas muslim yang menempati daerah kaya sumber daya alam. Ini menyimpulkan, masalah rohingya adalah masalah agama. Bukan sebatas masalah kemanusiaan. Kita belajar dari tragedi kaum muslim di Cina, India, Filipina, dan lain-lain dimana muslim menjadi minoritas. Seberapa lantang negara-negara di dunia ini menyerukan penyelamatan, penghentian kekerasan, atau mengirim pasukan untuk membantu saudara muslimnya di sana. Nihil. Hanya sampai pada batas mengutuk dan mengecam, titik. Ke mana senjata-senjata canggih arab saudi yang dibeli dari AS? Kemana tentara-tentara terlatih dari Turki? Kemana pasukan tegap dari Mesir? Kemana OKI? Semuanya malah berlomba-lomba menyeru PBB, yang notabene di bawah kendali AS. yang ketikapun datang, mereka datang hanya membawa ‘obat salep’ untuk luka yang perlu ‘tindakan operasi’.

Hanya karena yang jadi korban itu warga muslim, penganut agama islam. Semua bungkam. Bandingkan jika yang menjadi korban bukan muslim. Semua negara seakan marah, seluruh media satu suara memperhatikan kasus tersebut. Inilah yang selalu berulang pada kaum muslim. Menjadi penduduk dunia dengan jumlah paling banyak, namun lemah tak punya daya ketika dihadapkan pada musuh yang sedikit. Para penguasa muslim di dunia yang amat banyak itu membisu dan gelap mata.

Padahal jika kita kembali pada sabda Rasulullah. Harusnya kita malu akan keimanan kita.

الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ لَا يَظْلِمُهُ وَلَا يُسْلِمُهُ، وَمَنْ كَانَ فِي حَاجَةِ أَخِيهِ كَانَ اللهُ فِي حَاجَتِهِ، وَمَنْ فَرَّجَ عَنْ مُسْلِمٍ كُرْبَةً فَرَّجَ اللهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرُبَاتِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ، وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Seorang muslim itu saudara bagi muslim yang lainnya. Tidak boleh mendhaliminya dan tidak boleh pula menyerahkan kepada orang yang hendak menyakitinya. Barangsiapa yang memperhatikan kebutuhan saudaranya, maka Allah akan memperhatikan kebutuhannya. Barangsiapa yang melapangkan kesulitan seorang muslim, niscaya Allah akan melapangkan kesulitan-kesulitannya di hari kiamat. Dan barangsiapa yang menutupi kesalahan seorang muslim, niscaya Allah akan menutupi kesalahannya kelak di hari kiamat”
HR. Bukhari no. 2442, Muslim no. 2580, Ahmad no. 5646, Abu Dawud no. 4893, at-Tirmidzi no. 1426 ; dari Abdullah bin rawahah ra.

Masihkah kita beriman? Ketika melihat mereka kepayahan, menderita, teraniaya, terkatung-katung di lautan, diinjak-injak, bahkan dibunuh dengan tak berprikemanusiaan?

Sementara di saat masalah itu tak kunjung mendapat penyelesaian, ada saja pihak yang mencoba meredakan kemarahan kaum muslim dunia dengan mengatakan bahwa masalah rohingya bukan masalah agama, tapi masalah geopolitik dan ekonomi.

Ya, di balik tragedi ini memang terdapat masalah geopolitik energi dan SDA. Ditunggangi kepentingan berbagai pihak, seperti AS, Cina, dan para kapital rakus. Tapi masalah rohingya tetap saja masalah agama karena mereka komunitas muslim. Dimana dalam islam kewajiban negaralah yang melindungi hak-hak warganya. Ketiadaan pelindung ummat inilah yang membuat persoalan Rohingya tak kunjung selesai. Bila kembali ke atas kita dapati akar masalah rohingya yang tak diakui status kewarganegaraannya oleh myanmar, artinya memang solusi nyata dari krisis yang terjadi adalah dengan adanya naungan dari negara untuk memberikan keamanan, perlindungan dan berbagai hak hidup lainnya yang selama ini tidak mereka dapatkan. Perihal ini hanya islam yang dapat memberikan solusinya. Bukan mencukupkan diri dengan mengirim bantuan obat-obatan atau makanan saja. Walaupun itu dibutuhkan sebagai bantuan jangka pendek, tetapi bukanlah solusi menyeluruh untuk krisis etnis rohingya.

Rasulullah saw sesungguhnya sudah memperingatkan ummatnya lewat sabda beliau: “Nyaris orang-orang kafir menyerbu dan membinasakan kalian, seperti halnya orang-orang yang menyerbu makanan di atas piring.” Seseorang berkata, “Apakah karena sedikitnya kami waktu itu?” Beliau bersabda, “Bahkan kalian waktu itu banyak sekali, tetapi kamu seperti buih di atas air. Dan Allah mencabut rasa takut musuh-musuhmu terhadap kalian serta menjangkitkan di dalam hatimu penyakit wahn.” Seseorang bertanya, “Apakah wahn itu?” Beliau menjawab, “Cinta dunia dan takut mati.” (HR. Ahmad, Al-Baihaqi, Abu Dawud)
Wallohu’alam bish shawab

Anisa, IRT.
red: haruntsaqif

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *