Adab Pergaulan Pria dan Wanita dalam Islam

 Adab Pergaulan Pria dan Wanita dalam Islam

Ilustrasi: Muslimah [foto: Shutterstock]

Aneh dan kolot. Tanggapan yang sering muncul dari masyarakat atas aturan pemisahan pergaulan pria-wanita dalam Islam. Karena lazim dalam masyarakat bahkan disuasanakan, pergaulan pria-wanita tercampur baur.

Fakta ini menunjukkan bahwa jauhnya kaum muslim dari pemikiran dan aturan Islam. Harus diakui walaupun mayoritas muslim, pemikiran dan aturan yang mendominasi masyarakat saat ini bukanlah Islam tapi Barat.

Kemajuan sains dan teknologi Barat, menyilaukan kaum muslim. Prinsip sekulerisme peradaban Barat mengagungkan kebebasan termasuk dalam bertingkah laku. Mirisnya kaum muslim mengekor pasrah prinsip ini tanpa filter (akidah dan syariat). Sehingga asing dengan aturan Islam yang mengatur pergaulan pria-wanita.

Wajar dekadensi akhlak yang terjadi di Barat, menjamur juga di negeri ini. Angka perzinahan, kehamilan di luar nikah, aborsi, perceraian usia muda, LGBT, kriminalitas remaja konsumsi alkohol, narkoba, pornografi, pornoaksi dan sebagainya, menanjak tiap tahunnya. Kasus-kasus yang tak terbendung, menjadi ‘bom’ kehancuran negara.

Mengapa Pergaulan Pria-Wanita Dipisah?

Gharizah na’u (naluri melestarikan jenis) bagian thaaqah (potensi) yang Allah anugerahkan untuk manusia. Salah satu perwujudannya ketertarikan pada lawan jenis. Pria-wanita umumnya sebutan bagi dua jenis kelamin manusia yang telah baligh dan memikul taklif syariat. Pergaulan (pertemuan dan interaksi) pria-wanita secara fitrah akan membangkitkan gharizah na’u. Implikasi lebih lanjut terjadi pernikahan, kehamilan, nasab, nafkah, perwalian, waris dan sebagainya.

Berbeda dengan pergaulan sesama pria dan wanita. Secara fitrah tak akan membangkitkan gharizah na’u. Pergaulan sesama pria dan wanita lebih dititik tekankan pada hajat yang diinginkan. Seperti ekonomi, pendidikan, kesehatan, sanksi pengadilan, politik, pemerintahan dan sebagainya.

Dari fakta ini, Islam mengatur pergaulan pria-wanita. Yaitu hukum asal pergaulan pria-wanita terpisah. Maksudnya pria-wanita tak diperbolehkan bertemu dan berinteraksi kecuali ada hajat syar’i. Dengan hukum ini dapat menjamin kehidupan pria-wanita berjalan secara fitrah, menentramkan jiwa, dan menjauhkan kemaksiatan yang merusak akhlak.

Hukum ini dipraktikkan dalam kehidupan Madinah di bawah kepemimpinan Rasulullah Saw. Praktiknya berawal dari masjid. Dalam shalat berjamaah, shaf pria berada di depan dekat imam, sedangkan wanita di belakang shaf pria. Selesai shalat para wanita diperintahkan keluar dulu baru pria. Dibuat pintu khusus wanita di masjid. Saat keluar masjid Rasulullah Saw pernah mendapati pria-wanita tercampur baur di jalan, dengan segera Beliau Saw meminta para wanita menepi dan menjauh. Pun dalam majelis ilmu, Rasulullah Saw mengatur pria-wanita terpisah tempat atau waktu. Masjid tempat suci saja Rasulullah Saw memisahkan pria-wanita agar terjaga pergaulan, ini mengindikasikan di tempat selain masjid berlaku lebih utama lagi.

Pemisahan pria-wanita memang tak bisa total. Karena ada hajat syar’i yang membolehkan pertemuan dan interaksi pria-wanita. Misalnya pembeli wanita membeli barang di pasar dari penjual pria; guru pria mengajar murid wanita dalam tsaqafah dan ilmu; dokter pria mengobati penyakit pasien wanita; hakim pria bertemu dengan wanita yang menjadi saksi dalam pengadilan, ibadah haji dan umrah wanita disertai mahramnya dan sebagainya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *