Ulama Pewaris Nabi

 Ulama Pewaris Nabi

Ilustrasi: Universitas Al Azhar di Kairo, Mesir.

ULAMA adalah orang-orang yang berilmu, tentu beda dengan mereka-mereka yang tidak berilmu. Allah SWT menegaskan hal ini dalam firman-Nya:

Katakanlah: “Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” (QS. Az Zumar 9).
Di dalam tafsir Al Baidlawy diterangkan, dalam ayat tersebut Allah SWT membedakan antara kelompok orang-orang yang berpengetahuan (al ‘aalimun) dengan orang-orang yang  tidak berpengetahuan (al jahiluun) ditinjau dari segi kekuatan ilmunya sebagaimana sebelumnya Allah SWT membedakan antara kelompok orang-orang yang taat (al qaanituun) dengan orang-orang yang maksiyat (al aashuun) dari segi kekuatan amaliyahnya.
Az Zamakhsyari mengatakan bahwa firman Allah SWT di atas menyatakan yang dimaksud dengan  orang yang berpengetahuan adalah para ulama yang meangamalkan ilmunya, seolah-olah Allah menjadikan orang yang tidak mengamalkan ilmunya bukanlah orang alim.
Dengan demikian jelaslah bahwa para ulama sejati, yang digambarkan kemuliaan dan kelebihannya oleh Allah SWT dalam ayat di atas adalah para ulama yang aamilin, yang mengamalkan ilmunya.
Para ulama adalah waratsatul anbiya. Baginda Rasulullah Saw bersabda: Sesungguhnya para ulama adalah pewaris para nabi (waratsatul anbiya). Sesungguhnya para Nabi tidak mewariskan uang dinar atau dirham. Tapi para Nabi itu mewariskan ilmu… Abu Hatim r.a. mengatakan… bahwasanya ulama adalah orang-orang yang mendapatkan keutamaan. Merekalah yang mengetahui ilmu Nabi saw. bukan ilmu-ilmu yang lain.  … Dan ilmu Nabi kita Saw adalah Sunnah beliau Saw. Maka siapa saja yang tidak memiliki pengetahuan tentang sunnah Rasulullah Saw maka dia bukanlah pewaris para Nabi. (Sahih Ibnu Hibban Juz 1/171).
Dengan demikian para ulama waratsatul anbiya adalah para ulama yang memiliki ilmu pengetahuan tentang apa saja yang dikatakan (sunnah qauliyah), dikerjakan (sunnah fil’iyyah), maupun diakui (sunnah taqririyyah) kebenarannya oleh Rasulullah Saw.  Dan para ulama waratsatul anbiya pasti mengetahui bahwa perjuangan baginda Rasulullah Saw di Makkah adalah dakwah untuk mengubah masyarakat jahiliyah di Makkah yang bergelimang kejahiliyahan dan kemusyrikan agar menjadi masyarakat tauhid yang hidup dengan petunjuk hidayah Allah SWT.
Rasulullah Saw menawarkan kepada Abu Jahal dan para pemimpin Quraisy lainnya agar mereka menerima kalimat tauhid Lailahaillallah Muhammadur Rasulullah Saw yang dengan kalimat itu mereka bisa dipertuan oleh orang Arab dan non-Arab.  Dan Rasulullah saw. tak mau berkompromi dan menerima sistem jahiliyah sekalipun diiming-imingi harta, tahta, dan wanita.
Dan bahwa akhirnya Rasulullah Saw menerima kekuasaan dari otoritas kota Madinah yang menerima Islam dan seluruh sistemnya, baik akidah maupun syariatnya. Setelah hijrah Rasulullah Saw memerintah kota Madinah yang plural penduduknya dengan menerapkan syariat Islam atas kota tersebut. Dan para ulama waratsatul Anbiya tahu bahwa di Madinah-lah, ayat-ayat hukum Allah SWT turunkan untuk memberikan petunjuk, pemecahan masalah, sekaligus sebagai aturan kehidupan bagi masyarakat kota Madinah yang terus tumbuh hingga 10 tahun kemudian meluas menjadi masyarakat Jazirah Arab dan Yaman yang semua di bawah kedaulatan syariat Allah SWT di bawah kepemimpinan baginda Rasulullah saw.
Dan para ulama waratsatul anbiya pasti tahu bahwa dengan syariat Islam yang diterapkan oleh Negara yang dibangun oleh Rasulullah Saw dan para sahabat r.a dan dengan spirit mendakwahkan risalah Allah SWT yang rahmatan lil alamin ke seluruh dunia, maka lima tahun pasca wafatnya baginda Rasulullah Saw (tepatnya tahun 15 H), negara baru warisan Rasulullah Saw yang dipimpin oleh Khalifah Umar bin Khaththab r.a berhasil menaklukkan Persia dan memukul mundur pasukan Romawi hingga lari ke Konstantinopel.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *