Ulama Hebat itu Wafat

 Ulama Hebat itu Wafat

Siang ini Syekh Yusuf Qaradhawi dikabarkan wafat. Ia wafat di tengah kesibukannya menulis buku. Umurnya sekitar 97 tahun.

Syekh Yusuf bukan ulama sembarangan. Sejak remaja ia telah terjun di dunia dakwah. Waktu remaja ia pernah dipenjara bersama tokoh-tokoh Ikhwanul Muslimin di Mesir.

Pemahaman Islamnya sangat luas. Puluhan/ratusan buku telah ditulisnya dan diterjemahkan dalam berbagai bahasa. Puluhan bukunya diterjemahkan dalam bahasa Indonesia.

Yang terkenal antara lain : Fikih Prioritas, Fatwa-Fatwa Kontemporer, Islam Ekstrim dan Analisis Pemecahannya, Halal dan Haram dalam Islam, Fikih Negara, Fikih Zakat dan lain-lain.

Ulama yang hebat ini pernah diundang Buya Mohammad Natsir ke kantor Dewan Dakwah Islamiyyah Indonesia. Tokoh-tokoh PKS juga pernah mengundangnya. Kebetulan saya pernah mendengar ceramahnya langsung di kediaman dinas Dr Hidayat Nurwahid.

Ketika menjelaskan tentang Indonesia, Syekh Yusuf menyatakan bahwa Islam datang ke Indonesia dengan jalan damai. Dan kini Islam mewarnai mayoritas tanah air Indonesia.

Ia juga menyatakan bahwa buku-bukunya silakan diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dan ia tidak meminta royalti

Syekh Qaradhawi menguasai bidang Keislaman, sejarah, politik, ekonomi dan lain-lain. Karena penguasaannya yang luas dalam berbagai bidang, maka tulisan atau buku-bukunya menarik untuk disimak.

Pengalamannya yang lama dalam pergerakan Islam, mendorongnya untuk menulis evaluasi gerakan Islam dengan judul Kebangkitan Gerakan Islam.

Ia menulis 10 langkah yang harus diambil gerakan Islam, agar mencapai kemenangan:
1. Dari format dan simbol menuju hakikat dan substansi
2. Dari retorika dan perdebatan menuju penerapan dan aksi
3. Dari sikap sentimentil dan emosional menuju sikap yang rasional dan ilmiah
4. Dari berorientasi ke masalah cabang dan sekunder menuju masalah pokok primer
5. Dari menyulitkan dan ancaman menuju kemudahan dan kabar gembira
6. Dari kejumudan taklid menuju ijtihad dan pembaruan
7. Dari fanatisme dan eksklusifisme menuju toleransi dan inklusifisme
8. Dari sikap berlebihan dan meremehkan menuju moderatisme
9. Dari kekerasan dan kebencian menuju kelemahlembutan dan Rahmat
10. Dari ikhtilaf dan perpecahan menuju persatuan dan solidaritas

Keilmuannya diakui banyak ulama sedunia. Maka karena tulisan-tulusannya yang tajam dan mendalam, pemerintah Mesir tidak menyukainya. Sehingga ia kemudian harus tinggal di Qatar.

Seorang ulama meski telah beramal banyak, tapi dirinya khawatir dalam amalannya tercampur riya’ (pamer). Hal itu dinyatakannya dalam penulisan autobiografinya. Ia sebenarnya enggan menulis autobiografi, khawatir riya’. Tapi karena banyak ulama mendesaknya, ia akhirnya menuliskannya.

Di autobiografinya ini kita aka mendapati banyak hal yang menarik dalam kehidupannya. Ia hafal Al Qur’an sekitar umur 10 tahun. Di masa kecil dan remajanya itu selain belajar Al Qur’an, juga belajar sejarah, sastra dan lain-lain. Ia belajar kepada banyak ulama saat itu.

Guru al Qurannya pernah mengetes hafalan Qurannya dengan bertanya berapa jumlah ayat labi’sa dalam Al Qur’an. Beberapa ayat Al Qur’an menggunakan kata bi’sa. (Bersambung).

Nuim Hidayat
Direktur Akademi Dakwah Indonesia, Depok

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *