Tirulah Umar, Sederhana itu Bermula dari Diri dan Keluarga

 Tirulah Umar, Sederhana itu Bermula dari Diri dan Keluarga

Ilustrasi

BICARA soal pemimpin sederhana, Islam punya banyak sosok yang bisa dijadikan sebagai teladan. Salah satunya, Amirul Mukminin, khalifah kedua sepeninggal Rasulullah Saw, yakni Umar bin Khathab.

Umar pernah mengatakan, “Rakyat akan menunaikan kepada pemimpin apa-apa yang pemimpin tunaikan kepada Allah. Apabila pemimpin bermewah-mewahan, maka rakyat akan bermewah-mewahan.”

Umar adalah seorang pemimpin yang sangat ketat melakukan introspeksi terhadap diri dan anggota keluarganya. Ia sadar bahwa pandangan rakyat akan tertuju kepadanya. Dan, tidak ada gunanya bila ia bertindak keras terhadap dirinya, sementara anggota keluarganya bermewah-mewahan yang mengakibatkan mereka akan dihisab di akhirat kelak dan lidah rakyat tidak mengasihi mereka di dunia.

Bila Umar melarang rakyat untuk melakukan sesuatu, maka ia menemui keluarganya dan menyampaikan kepada mereka, “Aku telah melarang rakyat untuk melakukan ini dan itu. Rakyat akan melihat tindak tanduk kalian sebagaimana seekor burung melihat sepotong daging. Bila kalian melanggar, maka mereka akan melanggar. Dan, bila kalian takut melakukannya, maka mereka juga akan takut melakukannya. Demi Allah, bila salah seorang di antara kalian diserahkan kepada saya karena ia melanggar apa yang sudah saya larang, maka saya akan melipatgandakan hukuman kepadanya, karena ia kerabat saya. Siapa di antara kalian yang ingin melanggar, silakan! Dan, siapa yang ingin mematuhinya, juga silakan!”

Umar adalah pribadi yang ‘genuine’ kezuhudannya. Tidak dibuat-buat atau pencitraan belaka. Padahal, sebagai kepala negara bisa saja ia hidup layaknya pemimpin-pemimpin lainnya. Tetapi itu bukan pilihan Umar.

Sebagai kepala negara, baju Umar sederhana. Tidak seperti kepala-kepala negara saat ini, yang batiknya selalu beda di setiap kegiatan dan pidato.

Diriwayatkan, Umar pernah berpidato di hadapan masyarakat pada saat ia sudah menjabat sebagai khalifah. Saat itu, ia mengenakan sarung yang padanya terdapat sepuluh tambalan.” (HR. Ahmad)

Umar juga pernah thawaf di Ka’bah dengan mengenakan sarung yang padanya terdapat dua belas tambalan. Salah satunya ditambal dengan menggunakan benang berwarna merah. [Ibnu Sa’ad, Ath-Thabaqat Al-Kubra, 3/328]

Umar pernah datang terlambat ke masjid pada hari Jumat. Kemudian, ia keluar dan meminta maaf kepada para jamaah atas keterlambatanya Kepada mereka, Umar menyampaikan, “Maaf, saya tadi datang terlambat karena pakaianku ini sedang dicuci dan aku tidak punya punya pakaian selain ini. [Mahdh Ash-Shawab fi Fadhail Amir Al-Mukminin Umar bin Al Khathab, 2/566]

Dirawikan dari Abdullah bin Amir bin Rubai’ah, ia bercerita, “Aku pernah berangkat menunaikan ibadah haji bersama Umar dari Madinah menuju Makkah. Kami tetap bersama hingga pulang. Saat itu, tidak ada tenda dan kemah yang didirikan khusus untuk Umar. Ia tidur sambil mengenakan pakaiannya dengan beralaskan permadani dari kulit dan berteduh di bawah sebatang pohon.” [Ibnu Sa’ad, Ath Thabaqat Al Kubra, 3/279]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *