Tiga Dimensi Peristiwa Isra’ Mi’raj Rasulullah Saw: Politik, Sosial dan Spiritual

 Tiga Dimensi Peristiwa Isra’ Mi’raj Rasulullah Saw: Politik, Sosial dan Spiritual

Ilustrasi: Kompleks Masjidil Aqsha di malam hari.

Dimensi Sosial

Sesungguhnya shalat beliau dengan para nabi, padahal mereka berbeda bangsa dan warna kulitnya, maka ini berarti bahwa negara Islam yang akan ditegakkan Rasulullah Saw dengan ideologinya akan menaungi semua kaum mukminin, tidak membeda-bedakan antara yang hitam dengan yang putih, antara bangsa Arab dengan non-Arab.

Bangsa-bangsa yang berbeda itu semuanya akan dilebur dalam wadah keimanan, kemudian dituang dalam cetakan dalam bentuk penerapan syariat Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Tinggi. Di dalam negara ini kesempatan untuk menduduki jabatan tinggi dan berlomba untuk mendudukinya diberikan kepada semua tanpa membeda-bedakan.

Sungguh pintu-pintu negara terbuka bagi siapa saja yang memiliki kelebihan untuk menduduki jabatan tinggi, sebagaimana diberinya kesempatan di depan semua orang-orang yang shalat tanpa dibeda-bedakan untuk ikut berlomba, dan pintu-pintu langit terbuka untuk menerim amal perbuatan mereka yang turut dalam berlomba.

Dengan demikian, mukjizat Isra’ telah meletakkan landasan yang baru untuk membangun masyarakat yang baru yang telah direncanakan berdirinya di bawah naungan ideologi dan daulah Islam.

Dimensi Spiritual

Harus disebutkan bahwa mukjizat Isra’ dan Mi’raj terjadi menyusul rentetan kejadian yang menyedihkan (dramatis) yang dihadapi oleh Rasulullah Saw. Di antaranya adalah meninggalnya paman beliau Abu Thalib yang telah banyak melindungi beliau dari penyiksaan kaum Quraisy, meninggalnya istri beliau Khadijah yang terus menerus menambah semangat, tekad yang kuat dan kemauan yang keras dalam diri beliau, serta semakin kerasnya siksaan kaum Quraisy dan orang-orang yang menjadi sekutunya, sehingga peristiwa beruntun yang terjadi di tahun itu dinamakan dengan ‘amul huzni (tahun berduka cita).

Allah SWT hendak menghibur Rasul-Nya dengan perjalanan yang penuh berkah. Dalam perjalanan itu, tepatnya di Baitul Maqdis beliau shalat bersama para nabi dan beliau tampil sebagai imam. Seolah-olah Allah SWT berfirman tentang peristiwa ini kepada Nabi dan sekaligus kekasih-Nya: “Wahai Muhammad, sesungguhnya masa depan milikmu dan umat sesudahmu, sehingga batas negaramu akan melewati Baitul Maqdis, begitu juga warisan-warisan agama terdahulu berada di pundakmu.”

Sambil shalat di belakang Rasulullah Saw, para Rasul Allah itu seolah-olah berkata kepada beliau: “Pergilah menuju Tuhanmu, doa kami selalu bersamamu.” Ketika beliau Mi’raj ke langit, seolah-olah para malaikat di langit berkata kepada beliau: “Jika bumi terasa sempit olehmu, maka langit telah membuka dadanya untukmu. Jika orang-orang yang bodoh dan zalim di antara penduduk bumi menyakitimu, maka penduduk langit telah berdiri menyambut kedatanganmu.”

Semua ini telah menciptakan semangat baru dalam diri Rasulullah Saw dan kaum mukminin. Sehingga setelah beliau kembali dari perjalanan yang penuh berkah ini, beliau mulai menawarkan Islam dengan penuh semangat dan optimisme kepada suku-suku dan para delegasi yang datang ke Makkah guna berhaji. Wallahu a’lam. [SR]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

eighteen − 3 =