Tiga Dimensi Peristiwa Isra’ Mi’raj Rasulullah Saw: Politik, Sosial dan Spiritual

 Tiga Dimensi Peristiwa Isra’ Mi’raj Rasulullah Saw: Politik, Sosial dan Spiritual

Ilustrasi: Kompleks Masjidil Aqsha di malam hari.

“Maha suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al Isra’ [17]: 1)

Dr. Said Ramadhan Al-Buthy dalam kitabnya “Fiqhus Sirah” menulis, Isra’ adalah perjalanan Nabi Muhammad Saw dari Masjidil Haram di Makkah ke Masjidil Aqsha di al-Quds.

Sedangkan Mi’raj, tulis Syekh Said Ramadhan adalah kenaikan Rasulullah Saw menembus lapisan langit tertinggi sampai batas yang tidak dapat dijangkau oleh ilmu semua makhluk, malaikat, manusia, dan jin. Semua itu ditempuh hanya dalam waktu semalam.

Mengenai waktu terjadinya peristiwa ini, menurut ulama besar asal Suriah itu, terjadi silang pendapat tentang terjadinya mukjizat ini. Apakah pada tahun kesepuluh kenabian ataukah sesudahnya?

Namun menurut riwayat Ibnu Sa’ad di dalam “Thabagat”-nya, peristiwa ini terjadi delapan belas bulan sebelum Hijrah.

Jumhur kaum Muslimin sepakat bahwa perjalanan ini dilakukan Rasulullah Saw dengan jasad dan ruh. Karena itu, ia merupakan salah satu mukjizatnya yang mengagumkan yang dikaruniakan Allah kepadanya.

Kisah perjalanan ini disebutkan oleh Bukhari dan Muslim secara lengkap di dalam “Shahih”-nya.

Disebutkan bahwa dalam perjalanan ini, Rasulullah Saw menunggang buraq yakni satu jenis binatang yang lebih besar sedikit dari keledai dan lebih kecil sedikit dari unta. Binatang ini berjalan dengan langkah sejauh mata memandang. Disebutkan pula bahwa Nabi Saw memasuki Masjidil Aqsha lalu shalat dua rakaat di dalamnya. Jibril kemudian datang kepadanya seraya membawa segelas khamr dan segelas susu. Nabi Saw lalu memilih susu. Setelah itu, Jibril berkomentar, “Engkau telah memilih fitrah.”

Dalam perjalanan ini, Rasulullah Saw naik ke langit pertama, kedua, ketiga, dan seterusnya sampai ke Sidratul Muntaha. Di sinilah kemudian Allah mewahyukan kepadanya apa yang telah diwahyukan, di antaranya kewajiban shalat lima waktu atas kaum Muslimin, di mana pada awalnya sebanyak lima puluh kali sehari semalam.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

eight − four =