Teladani KH Sholeh Iskandar, MS Kaban: Gelar Tertinggi adalah Syuhada
MS Kaban
Bogor (Mediaislam.id) – Pembina Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) MS Kaban hadir dalam Tabligh Akbar Hari Pahlawan dan Bela Palestina di Masjid Ibn Khaldun, Kota Bogor pada Sabtu (15/11/2025).
Di acara yang bertemakan “Meneladani Jejak Perjuangan KH Sholeh Iskandar dan Solidaritas Palestina” itu, Kaban mengungkapkan pengalamannya dalam mengikuti perjuangan ulama asal Bogor itu.
“Pak Kiai Sholeh Iskandar, saya bersentuhan dengan beliau, tapi saya mendengar nama beliau sejak saya bersentuhan dengan Dewan Dakwah Islamiyah di Jakarta. Setiap kali ke Dewan Dakwah, nama Pak Natsir, nama Kiai Sholeh Iskandar, nama Pak Kiai Nur Ali Bekasi itu selalu nama yang tidak pernah lepas dari perjuangan,” ungkap Kaban.
Menurutnya, para tokoh tersebut adalah nama-nama yang lekat dalam perjuangan. “Mereka berjuang bukan hanya dengan kata-kata, tapi mereka adalah orang-orang yang ikut memikul senjata untuk berjuang, merebut, mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia. Maka saya katakan gelar yang paling tinggi mudah-mudahan diberikan kepada Allah kepada mereka adalah sebagai syuhada,” jelas Kaban.
Ia juga mengobarkan semangat untuk melanjutkan perjuangan penetapan KH Sholeh Iskandar sebagai Pahlawan Nasional. Meskipun pengumuman pada 10 November lalu belum membuahkan hasil, tekad untuk mengawal usulan tersebut tidak luntur.
“Perjuangan kita tidak pernah lelah untuk bersuara. Mudah-mudahan tahun 2026 yang akan datang, Bapak KH Sholeh Iskandar, pejuang kita dari Bogor, ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional,” harap Kaban
Ia menyatakan bahwa kegiatan tabligh akbar ini juga menjadi motivasi dan pengingat bahwa umat tidak boleh berhenti melakukan dorongan, tekanan, dan usulan terhadap pemerintah. Perjuangan ini adalah bentuk penghormatan dan pengakuan atas jejak jasa KH Sholeh Iskandar dalam membela bangsa dan negara.
Selain itu, Kaban juga menyoroti tentang perjuangan Palestina. Ia menyampaikan pernyataan yang menggugah tentang kedalaman spiritual konflik yang terjadi di tanah suci.
Kaban menegaskan bahwa konflik di Palestina jauh melampaui sengketa batas wilayah, melainkan perang ideologi dan spiritual. Hal ini tercermin dari pemahaman anak-anak Palestina yang tumbuh besar dalam bayang-bayang pendudukan.
“Sejak umur 6 tahun, anak-anak Palestina tahu bahwa negaranya adalah negara para Nabi dan Rasul yang dikuasai oleh Zionisme,” jelasnya.
Pernyataan ini menggarisbawahi bahwa sejak usia yang sangat muda, anak-anak di Gaza dan Tepi Barat telah disiapkan untuk memahami Palestina sebagai Ardhul Anbiya (Negeri para Nabi). Kesadaran ini membentuk identitas jihad yang berakar pada keimanan—bukan sekadar tuntutan kemanusiaan, melainkan pembelaan atas warisan spiritual yang dilegitimasi oleh sejarah Islam.
“Mereka memahami bahwa perjuangan mereka adalah pertarungan suci antara kebenaran agama melawan ideologi sekularistik Zionisme yang melakukan penjajahan,” jelas Kaban. [ ]
