Tak Menunggu Perang Untuk Hasilkan Pejuang

 Tak Menunggu Perang Untuk Hasilkan Pejuang

Upaya kita untuk tetap berada di rel perjuangan dakwah adalah agar tetap bisa menjaga konsistensi. Jika tak ingin keluar rel, harus jaga keluarga, lingkungan dan negeri ini agar bisa konsis sebagai pemenang. Ibarat es batu, maka dia butuh temperatur (lingkungan) yang cocok, ibarat es batu, tetap jadi es batu, selama temperaturnya konstan. Temperatur itu berupa pelajari tsaqofah Islam dan mendakwahkannya sebagai konsekwensi yang tak boleh ditinggalkan.

Mencukupkan diri hanya dengan pelajari tsaqofah Islam, tanpa mendakwahkan, itu hanya berpikir nafsi-nafsi. Bagaimana Islam jadi rahmat jika tidak didakwahkan dan diterapkan di masyarakat dan, negara bahkan seluruh alam?

Jika sejak lahir ditakdirkan sebagai pemenang, disempurnakan penciptaan jadi pemenang, lantas kenapa tak bertahan jadi pemenang? Kita coba ambil kisah salah satu pemenang dan konsistensinya, dialah Thariq bin Ziyad, yang disebut juga Sang Penakluk Spanyol.

Tahun 97 H atau 711 M adalah tahun bersejarah bagi Thariq bin Ziyad, sebab dia dan pasukannya berhasil taklukan Spanyol. Spanyol yang jaraknya 15 mil perjalanan laut dari kota asal Thariq. Bukan sebuah perjuangan yang sepele, perjalanan sang pemenang. Bulan Ramadhan, tapi itu tak membuat lemas Thariq dan 7.000 pasukannya kaum muslimin yang harus berhadapan dengan 25.000 dari pihak musuh. Thariq perintahkan bakar semua kapal yang telah membawa mereka hingga sampai ke Eropa.

“Kita datang ke sini bukan untuk kembali. Kita hanya punyai 2 pilihan: taklukkan negeri ini lalu tinggal di sini atau kita semua binasa!”.

Pilihan langkah berani yang didasari atas sebuah keyakinan pertolongan Allah Swt. Langkah yang dipilih oleh sang pemenang. Memilih dan bertahan jadi sang pemenang artinya adalah mendalamkan diri kita untuk sebuah tugas yang tidak kecil. Tugas sebagai Khalifah-Nya, serta menyebarkan (dakwah) kepada orang-orang di sekitar kita. Itulah tugas pemenang.

Jaga konsistensi sebagai sang pemenang itulah, maka kemenangan Islam akan bisa kita raih. Sebagaimana Thariq menang di Spanyol. Kemenangan besar takkan bisa diraih dengan instan, harus disiapkan. Sebab di depan sana banyak jalan terjal, berduri, lumpur, bahkan jurang. Kesiapan dan kewaspadaan kita, menghantarkan bahwa jalan ke surga selalu berlawanan dengan keinginan dan penuh duri. Sedang jalan ke neraka selalu ditemani kenikmatan “Neraka diselubungi oleh syahwat, dan surga oleh kesulitan-kesulitan”. (HR.Bukhari-Muslim).

Karenanya hanya keistiqomahan, konsistensi yang luar biasa untuk bisa meraih kemenangan besar itu.

Cuplikan profil Thariq cukup menunjukkan kepada kita bahwa para pejuang Islam. Sekalipun sosok di atas, para pejuang di medan laga. Akan tetapi tidak menunggu perang untuk bisa mengahasilkan pejuang. Kita yang saat ini ada di sebuah negeri tanpa perang punya kewajiban yang sama untuk memperjuangkan dan mempertahankan Islam, hingga menyusulkan nama kita dai barisan pejuang Islam.

Jika di masa Rasulullah Saw dan para sahabat untuk memperjuangkan Islam adakalanya membutuhkan perang. Akan tetapi ketika kondisi kita saat ini tanpa perang, bukan berarti kita tidak membutuhkan pejuang. Di dalam keadaan masyarakat seperti apapun, kita membutuhkan pejuang untuk terus memperjuangkan Islam, sebagaimana Rasulullah Saw berpesan: “Aku diutus untuk memerangi manusia hingga mereka bersaksi (bersyahadat), bahwa tidak ada illah kecuali Allah dan sesungguhnya Muhammad adalah utusan Allah, menegakkan shalat, menunaikan zakat, dan jika mereka telah melakukan ini maka mereka terjaga dariku darah dan harta mereka, kecuali dengan hak Islam, dan atas Allah-lah perhitungan mereka” (HR. Bukhari Muslim).

Sehingga bukan hanya super hero yang sering hadir di dalam dunia khayalan kita saja yang bisa menjadi pejuang pahlawan pembasmi kejahatan. Tapi kita yang hidup di alam nyata, bukan di dunia fiksi, bukan pula di dunia fantasi, bisa dan harus jadi pejuang.
Ini dunia nyata, di depan mata kita terpampang fakta yang bertentangan dengan Islam. Sama persis ketika Rasulullah Saw, diutus untuk memperbaiki kondisi masyarakat jahiliyah saat itu. Bahkan bisa dibilang kejahiliyahan jaman ini, makin parah. Maka jika Rasulullah Saw dan para sahabat saja berjuang kenapa kita kemudian diam?

Jika kita diam dan enjoy saja melihat fakta kerusakan masyarakat sekarang ini, maka darah dan jiwa pemenang belum menancap kuat dalam benak kita. Kita berarti ibarat zombie hidup tanpa pernah peduli dengan lingkungan sekitar kita.

Demi menyaksikan fakta masyarakat yang rusak bin amburadul, apakah kita memilih untuk berlari dan bersembunyi di gua? Sampai kapan kita akan bisa seperti itu? Malahan itu tidak pernah diajarkan oleh Islam. Itu pilihan konyol, bukan pilihan seorang pemenang. Seorang pemenang siap hadir di masyarakat dengan segala resikonya, di sana dia mendakwahkan Islam, menyuarakan kebenaran.

Saat itulah konsistensi kita teruji, dan yang memilih tetap di jalur saat yang lainnya berlari, dialah pemenang sejati. Mendapat gelar pemenang, bukan untuk manusia, bukan untuk dijunjung, tapi untuk diri kita sendiri yang akan kita persembahan sebagai amalan terbaik kita dihadapan Allah kelak. Semoga kita bisa. [lukyrouf]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *