Sikap Kritis Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah kepada Raja Tartar

 Sikap Kritis Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah kepada Raja Tartar

Ilustrasi: Syekh Ibnu Taimiyah

Syaikhul Islam, Ahmad Ibnu Taimiyah, dikenal sebagai seorang ulama yang kritis. Sikap kritisnya juga dirahkan kepada Ghazan At-Tartari, raja muslim keempat di Tartar.

Pada akhir 698 H, Ghazan At-Tartari dan tentaranya pergi ke negeri Halb, dan pada 27 Rabi’ul Awwal tahun 699 H, tentara Ghazan bertemu dengan tentara Nashir bin Qalawan di Lembah Salmih

Setelah peperangan sengit, tentara Nashir kalah hingga tentara dan pemimpin-pemimpinnya melarikan diri. Maka para pejabat Damaskus pun pindah ke Mesir mengikuti perjalanan Nashir, sehingga Damaskus kosong dari penguasa, pemimpin atau pejabat negara.

Tetapi Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah tetap tinggal di situ bersama masyarakat. Lalu beliau berkumpul dengan para pejabat yang masih tetap tinggal di situ dan sepakat dengan mereka untuk mengendalikan segala urusan dan dia akan pergi menjadi pemimpin utusan dari Syam untuk menemui Ghazan. Lalu dia diterima di kota Nabk.

Maka terjadilah perdebatan sengit antara keduanya, bahkan Syaikhul Islam mengkritik Ghazan atas tindakan dan pelanggarannya terhadap janji. Dia mengata-ngatainya dengan perkataan yang pedas yang diceritakan oleh Ibnu Katsir di dalam kitab “Tarikh”-nya dan dia merincinya seperti apa yang dia dengar dari Syekh Abu Abdillah Muhammd bin Umar Al-Balisi yang termasuk anggota utusan itu.

Al-Balisi berkata, “Syekh Ibnu Taimiyah berkata kepada Ghazan, “Kamu mengatakan bahwa kamu seorang Muslim yang memiliki qadhi, imam, syaikh dan muadzin, tetapi mengapa kamu menyerang dan menguasai negeri kami? Ayah dan ibumu adalah kafir, tetapi mereka tidak menyerang negeri Islam setelah mereka berjanji dengan kami. Adapun kamu, berjanji lalu kamu langgar dan berkata tapi tidak kamu tepati! Ibnu Taimiyah mengatakan semua itu karena Allah, berkata benar dan tidak takut kecuali kepada Allah.

Kemudian Ghazan menyuguhkan makanan kepada para utusan itu dan mereka memakannya kecuali Ibnu Taimiyah. Ditanyakan kepadanya, “Mengapa kamu tidak makan?” Dia menjawab, “Bagaimana saya bisa makan makanan kalian, sedangkan makanan itu kalian rampas dari manusia dan kalian masak dengan kayu yang kalian potong dari pohon orang lain?”

Ghazan terkesima dengan apa yang diucapkan oleh Ibnu Taimiyah hingga tidak berpaling darinya. Karena dia tertarik dengan wibawa dan kepribadiannya, dia bertanya, “Siapa Syekh itu? Saya belum pernah melihat orang sepertinya, yang lebih teguh hatinya, yang perkataannya lebih melekat di hati saya, dan lebih berhati-hati daripada dia?”

Lalu dijelaskan tentang Syekh Ibnu Taimiyah, ketinggian ilmunya dan kebaikan amalnya.

Lalu Ghazan minta didoakan olehnya. Lalu Syekh Ibnu Taimiyah mendoakannya, “Ya Allah, jika hamba-Mu ini berperang untuk meninggikan kalimat-Mu, dan menolong agama-Mu, maka tolonglah dia, kuatkanlah, jadikanlah dia penguasa negeri dan manusia. Jika dia melakukannya karena riya’, sombong, mencari dunia, untuk meninggikan kalimatnya sendiri, dan menghinakan Islam beserta pengikutnya, maka ambillah kekuasaannya, turunkan dia, hancurkan, dan binasakanlah.” Ghazan pun percaya kepada doanya itu dan mengangkat kedua tangannya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *