Seputar Fiqh Gadai

 Seputar Fiqh Gadai

Ilustrasi

GADAI dalam bahasa Arab dikenal dengan sebutan rahn. Kata rahn itu sendiri secara bahasa berarti tanggung jawab, sebagaimana Firman Allah SWT: “Tiap-tiap diri itu bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya.” (QS. Al-Mudatsir: 38)

Demikian juga sabda Rasulullah Saw, “Jiwa seorang mukmin itu tergantung pada utangnya sehingga dilunasi.” (HR. At-Tirmidzi, Ibnu Majah, Baihaqi, Hakim. Hakim mengatakan, dengan syarat Al-Bukhari dan Muslim)

Menurut syariat, rahn berarti menilai suatu barang dengan harga tertentu atas suatu utang, yang dimungkinkan pembayaran utang itu dengan mengambil sebagian dari barang tersebut.

Hukum Gadai

Sebagaimana halnya dengan jual beli, gadai diperbolehkan, karena segala sesuatu yang boleh dijual boleh juga digadaikan. Dalil yang melandasinya telah ditetapkan dalam Al-Qur’an, As-Sunnah dan ijma’.

Allah SWT telah berfirman: “Dan jika kalian dalam perjalanan (dan bermuamalah tidak secara tunai) sedang kalian tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tangggungan yang dipegang.” (QS. Al-Baqarah: 283)

Ayat tersebut bermakna bahwa Allah memerintahkan orang yang melakukan suatu transaksi dengan orang lain, sedang bersamanya tidak ada juru tulis, maka hendaklah dia memberikan suatu barang sebagai jaminan (gadai) kepada orang yang memberikan utang kepadanya supaya merasa tenang dalam melepaskan uangnya tersebut.

Selanjutnya hendaklah peminjam menjaga uang atau barang-barang utangan itu agar tidak hilang atau dihamburkan tanpa ada manfaat.

Dalam hadits lain disebutkan, “Nabi pernah menggadaikan baju besinya kepada seorang Yahudi, (bernama Abu Syahm) dengan tigapuluh sha’ gandum untuk keluarganya.” (Muttafaqun Alaih)

Dalam hadits di atas terdapat juga pengertian yang membolehkan muamalah dengan ahlul kitab.

Danmpara ulama juga telah melakukan ijma’ yang membolehkan gadai.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *