Saat Sahabat Berbeda Pendapat
Ilustrasi: beda pendapat.
Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani memberi ulasan atas kejadian ini sebagai berikut:
“Menjadikan kisah ini menjadi dalil bahwa setiap mujtahid benar secara mutlak tidaklah tepat, dalam hal ini Rasulullah hanya tidak mencela orang yang mencurahkan segenap usaha dan berijtihad, dengan demikian dapat dipahami beliau tidak menilai hal tersebut berdosa meskipun salah ijtihadnya.
Kesimpulan yang terjadi dalam kisah ini, sebagian sahabat mengartikan nash tersebut secara tekstual, mereka tidak peduli apakah waktu salat asar sudah habis atau belum, lebih menguatkan larangan kedua ini atas larangan pertama (larangan mengakhirkan salat di luar waktu). Mereka berdalil untuk bolehnya menunda salat bagi yang sibuk berperang seperti yang terjadi dalam perang Khandaq.
Sementara sebagian sahabat lain mengartikan, larangan tersebut secara tidak tekstual, maksud larangan tersebut adalah kiasan agar mempercepat perjalanan ke Bani Quraizhah.
Inilah dalil yang dijadikan landasan jumhur bahwa orang yang berijtihad tidak berdosa karena Rasulullah tidak mencela seorang pun dari kedua kubu yang berbeda pendapat. Andai hal itu berdosa pasti Rasulullah mencela kubu yang bersalah dalam ijtihadnya itu.” Wallahu a’lam bissawab. [SR]
