Refleksi Hari Ibu: Pelanturan Pemberdayaan Kaum Ibu

Ilustrasi: Seorang ibu dan anak perempuannya. [pixabay.com]
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga menyerahkan 250 paket bantuan spesifik pemenuhan hak anak kepada anak-anak Kampung Pemulung Cinere, Kecamatan Limo, Kota Depok pada Kamis (ANTARA, 14/12/2023). Kegiatan tersebut dilaksanakan sebagai bagian dari peringatan Hari Ibu (PHI).
Pelaksanaan peringatan Hari Ibu (PHI) ke-95 tahun 2023 mengangkat tema utama “Perempuan Berdaya, Indonesia Maju” dengan empat sub tema. Tema ini diharapkan memberikan inspirasi kepada kaum puan untuk proaktif berperan dan berkontribusi dalam memajukan bangsa dan mewujudkan kesejahteraan.
Hari ini ibu berdaya dimaknai dengan ibu yang dapat menghasilkan materi serta berpartisipasi dalam politik praktis. Para ibu mau tidak mau, harus berkiprah lebih banyak di bidang publik dan memberikan porsi lebih sedikit untuk peran domestiknya. Baik disebabkan oleh tuntutan ekonomi maupun kepentingan eksistensi diri.
Sedikitnya porsi waktu yang diluangkan untuk mendidik generasi ditambah tantangan gaya hidup yang semakin rusak, membuat masalah generasi merebak di segala aspek.
Seks bebas, kecanduan narkoba, lemahnya mental generasi, dan maraknya bunuh diri merupakan potret sekilas dari kelamnya nasib generasi. Padahal merekalah yang akan melanjutkan estafet untuk memajukan negeri ini.
Kemajuan Peradaban
Dalam pandangan Islam, maju tidaknya suatu peradaban tidak disempitkan pada hal-hal yang bersifat materi (madaniyah) seperti majunya teknologi dan industri.
Indikator maju tidaknya suatu peradaban menurut Islam adalah ketika peradaban tersebut terlepas dari segala bentuk peradaban jahiliyah. Pembeda jahiliyah tidaknya suatu peradaban adalah akidah dan syariat Islam itu sendiri.
Sehingga untuk terbebas dari peradaban jahiliyah hanya dapat diperoleh dengan mengimplementasikan Islam di segala sendi kehidupan yang menopang suatu peradaban.
Revitalisasi Peran Kaum Ibu
Islam tidak memarjinalkan perempuan dalam kehidupan bermasyarakat ataupun mengebiri potensinya untuk memajukan peradaban. Sebaliknya, Islam mendorong pemberdayaan muslimah, baik di sektor publik maupun sektor privat untuk mewujudkan satu-satunya peradaban mulia yang diridhai olehNya.
Perempuan memiliki peran publik untuk menuntut ilmu dan menyebarkan risalah Islam. Dakwah mengharuskan seseorang untuk cerdas dan hadir di tengah-tengah umat. Seorang da’iyah (pendakwah perempuan) harus mengetahui permasalahan yang tengah terjadi di masyarakat dan hadir untuk memecahkannya dengan solusi Islam.
Seorang da’iyah juga memiliki kewajiban membina umat bersama komunal dakwahnya untuk memunculkan kesadaran di tengah-tengah umat dan bergerak bersama umat mewujudkan peradaban Islam.
Di sektor privat, peran ummu wa rabbatul bayt, yakni peran sebagai ibu dan istri di rumah merupakan peran mendasar bagi setiap muslimah. Namun peran ini bukanlah peran sepele, sebaliknya inilah peran yang menjadikan perempuan memiliki andil untuk membentuk dan mewarnai peradaban di masa mendatang.
Minimnya peran ibu di wilayah domestik akan merapuhkan pilar-pilar peradaban di masa yang akan datang. Jika pilar-pilar peradaban (baca: generasi) itu rapuh, bagaimana suatu peradaban akan kokoh dan maju?
Sehingga revitalisasi peran ibu di sektor domestik merupakan salah satu hal mendasar untuk mewujudkan peradaban Islam yang mulia. Peradaban Islam inilah yang akan memberi jaminan kesejahteraan kepada kaum ibu dan generasi sekaligus membawa manusia kepada peradaban yang maju. Wallahu a’lam bishshawab.[]
Naura Z. Rubayyi’, Aktivis Dakwah Islam tinggal di Malang.