Refleksi Dua Tahun Badai Aqsa: Runtuhnya Keangkuhan Israel dan Kebangkitan Nurani Kemanusiaan

 Refleksi Dua Tahun Badai Aqsa: Runtuhnya Keangkuhan Israel dan Kebangkitan Nurani Kemanusiaan

Kompleks Masjidil Aqsa.

Di sisi lain, perkembangan politik menunjukkan bahwa Hamas, meskipun terus ditekan dan diserang, mulai membuka ruang diplomasi yang signifikan. Kesediaannya untuk menerima sejumlah poin dari 20 butir proposal yang pernah diajukan Donald Trump mencerminkan kemajuan politik dan diplomatik yang matang. Hamas menunjukkan bahwa perjuangan mereka bukanlah fanatisme, tetapi komitmen untuk kemanusiaan dan keadilan. Langkah ini merupakan isyarat bahwa Palestina siap berjuang bukan hanya dengan senjata, tetapi juga dengan diplomasi yang bermartabat.

Jika Israel benar-benar menyetujui langkah ini, maka tidak ada alasan lagi untuk mempertahankan pendudukan. Israel harus meletakkan senjata, menarik seluruh pasukan dari wilayah Palestina, dan membebaskan semua tawanan, baik yang hidup maupun yang telah gugur. Blokade terhadap Gaza harus diakhiri, dan tanggung jawab atas kehancuran yang ditimbulkan harus ditunaikan. Inilah ukuran sejati komitmen terhadap perdamaian.

Dengan demikian, dunia kini menyaksikan kekalahan moral dan politik Israel, dan pada saat yang sama, kemenangan moral dan diplomatik Palestina. Sejarah sedang menulis babak baru di mana yang tertindas berdiri tegak, dan yang menindas mulai runtuh oleh beratnya kejahatan yang mereka lakukan sendiri. Abraham Shield Plan Netanyahu kehilangan makna dan legitimasi. Yang kini berlaku bukan lagi logika dominasi, melainkan logika kemanusiaan dan kebebasan.

Refleksi dua tahun Badai Aqsa ini juga mengandung pesan penting tentang tanggung jawab moral dan politik dunia, terutama bagi Indonesia dan seluruh masyarakat sipil yang memperjuangkan keadilan. Perjuangan belum berakhir; ia justru memasuki fase baru yang menuntut strategi yang lebih terarah, konsisten, dan berkelanjutan. Terkait dengan itu, berikut saya sampaikan beberapa rekomendasi penting:

1. Untuk Pemerintah Indonesia:

Pertama, Indonesia perlu meningkatkan tekanan diplomatik internasional agar Dewan Keamanan PBB dan lembaga dunia lainnya segera menjatuhkan sanksi terhadap Israel atas kejahatan genosida dan pelanggaran berat hukum internasional.

Kedua, memperkuat kerja sama strategis dengan negara-negara yang telah mengakui Palestina serta mendorong negara lain untuk melakukan hal serupa, terutama di kawasan Asia-Pasifik dan Eropa.

Ketiga, menolak dengan tegas segala bentuk upaya normalisasi dan keterlibatan dalam skema Abraham Shield Plan Netanyahu yang pada hakikatnya memperkuat penjajahan.

Keempat, memperluas peran diplomasi kemanusiaan Indonesia, termasuk dengan memimpin inisiatif global untuk rekonstruksi Gaza dan bantuan bagi korban perang.

Kelima, memperjuangkan agar Palestina segera menjadi anggota penuh PBB, bukan hanya pengamat, sebagai simbol pengakuan atas kedaulatan yang sah.

2. Untuk Masyarakat Sipil dan Gerakan Pembela Palestina:

Pertama, memperkuat solidaritas global dan jaringan advokasi internasional agar tekanan publik terhadap Israel tetap konsisten dan berkelanjutan.

Kedua, mengembangkan gerakan ekonomi dan budaya untuk memboikot produk-produk yang mendukung pendudukan Israel (BDS Movement) sebagai wujud perlawanan non-kekerasan yang nyata.

Ketiga, memperbanyak kegiatan edukasi publik, media, dan akademik untuk melawan disinformasi dan menghidupkan kesadaran generasi muda tentang pentingnya perjuangan Palestina.

Keempat, memperkuat koordinasi dengan lembaga-lembaga kemanusiaan internasional guna memastikan bantuan bagi rakyat Gaza tersalurkan secara efektif dan berkelanjutan.

Kelima, membangun platform komunikasi dan solidaritas antarnegara Muslim dan non-Muslim yang berkomitmen pada keadilan dan kemerdekaan Palestina.

Dua tahun setelah Badai Aqsa, dunia bukan hanya menyaksikan reruntuhan Gaza, tetapi juga runtuhnya keangkuhan Israel dan bangkitnya kesadaran global. Gaza bukan lagi sekadar wilayah yang diserang, tetapi simbol keteguhan dan kebangkitan nurani dunia melawan hegemoni, ketidak adilan, dan penjajahan.

Israel boleh menghancurkan bangunan, tetapi tidak akan pernah bisa menghancurkan semangat rakyat Palestina dan kekuatan solidaritas kemanusiaan. Dari puing-puing Gaza, lahir kekuatan baru, yaitu kekuatan nurani manusia yang menolak tunduk pada ketidakadilan. Dan selama api itu terus menyala, Palestina akan tetap hidup, dan dunia akan terus bergerak menuju kemerdekaannya. Wallahu a’alam bis showab

Jakarta 6 Oktober 2025

Prof. Sudarnoto Abdul Hakim
Ketua MUI Bidang Hubungan Luar Negeri dan Kerja Sama Internasional

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

seventeen − twelve =