Potret Buram Generasi tanpa Visi

 Potret Buram Generasi tanpa Visi

Tawuran, salah satu kegiatan negatif generasi muda.

Soekarno, Presiden RI Pertama, pernah mengatakan “Seribu orang tua hanya dapat bermimpi, Satu orang pemuda dapat mengubah dunia”. Hal ini tentu menggambarkan posisi pemuda sebagai generasi sangat berperan penting dalam kemajuan bangsa. Namun, begitu miris jika melihat realita pemuda saat ini yang sangat minim visi.

Para pemuda sibuk mengejar duniawi dan eksistensi harga diri. Berbagai masalah terjadi silih berganti. Yang nampak justru hanya potret betapa bobroknya generasi hari ini. Seperti berita beberapa waktu lalu, yang terjadi pada siang hari, seorang remaja berinisial M tewas usai menghentikan paksa satu unit truk yang tengah melaju dari Exit Tol Gunung Putri (republika.co.id, 15/01/2023).

Tak hanya itu saja, aksi tawuran antar remaja juga makin marak dan seringkali menimbulkan korban jiwa. Salah satunya aksi tawuran berdarah para remaja di Kota Palembang yang kini kian massif. Terakhir kasus yang ditangani oleh polisi menewaskan satu korban jiwa. Tidak hanya itu, di Kecamatan Medan Belawan, seorang remaja tertusuk panah di bagian dada kiri setelah ikut tawuran. Kini, remaja itu menjalani operasi bedah toraks di RSUP H Adam Malik (detik.com, 11/01/2023). Polres Metro Tangerang Kota juga baru-baru ini mengamankan 72 remaja yang hendak tawuran di Neglasari, Kota Tangerang, Ahad (15/01/2023).

Dan hal ini makin parah ketika negara juga tak punya visi penyelamat generasi. Jadilah generasi mengikuti kemana arus bertiup, abai terhadap bahaya yang mengancam. Potret generasi tanpa visi ini tidak lahir begitu saja, melainkan didukung oleh sistem kapitalisme sekuler yang memisahkan peran agama dalam kehidupan. Agama hanya dibiarkan untuk mengatur urusan ibadah mahdoh semata, bukan sebagai petunjuk dalam menjalani seluruh aspek kehidupan. Tolak ukur benar/salah bukan lagi mengenai halal dan haram. Tolok ukur benar-salah nya masih menganggap “tidak ada salah/benar yang mutlak dalam kehidupan ini”. Tolok ukurnya hanya untung/rugi.

Begitupun dengan adanya paham liberalisme, membuat pemuda saat ini menjadi berbuat bebas sesuka hati dalam hidupnya, termasuk memenuhi nalurinya. Hal inilah yang membuat generasi pemuda saat ini banyak yang kehilangan jati diri mereka. Kepribadian mereka rusak, bahkan nyaris tidak mengenal agama. Proyek moderasi Islam serta berbagai program penanaman wawasan kebangsaan kepada generasi dengan dalih untuk menciptakan generasi yang cinta tanah air namun justru semakin menjauhkan Islam dari generasi muslim. Bahkan banyak pemuda saat ini yang menjadikan agama hanya sebagai bahan lelucon dan dipandang berbahaya. Akhirnya para pemuda saat ini gagal paham terkait agama nya dan syariat Islam.

Berbeda dengan Islam, Islam memandang bahwa kualitas pemuda sangat penting dalam eksistensi peradaban Islam. Hanya aturan Islam secara keseluruhan yang memiliki visi mulia atas pemuda, juga memilki metode untuk menyelamatkanan generasi. Penanaman akidah sejak dini dengan mengkaji Islam dan menaati aturan Islam secara menyeluruh dapat membuat para pemuda paham mengenai arah dan cara menyelesaikan permasalahan hidup yang benar, dan tidak terjerumus pada kemaksiatan.

Selain itu, peran masyarakat yang selalu melakukan amar ma’ruf nahi mungkar juga sangat penting buat menghindarkan pemuda dari kerusakan.

Dan yang utama adalah kepeduliaan dan kepekaan negara untuk melindungi pemuda. Negara seharusnya mengontrol dan mencegah aplikasi-aplikasi yang memfasilitasi kemaksiatan, bahkan jadi sumber kemaksiatan. Negara juga harus menyibukkan dan mengkondisikan pemuda nya dalam hal-hal yang produktif, seperti belajar Islam, dan menekuni ilmu pengetahuan.

Islam juga menerapkan sistem sanksi bagi para pelaku maksiat yang telah baligh termasuk para remaja. Apabila terdapat pelaku maksiat yang melanggar aturan syariat maka negara akan menerapkan sanksi berupa ta’zir. Jika terdapat pelaku penganiayaan atau pembunuhan maka pelakunya mendapat sanksi qishas. Sistem sanksi dalam Islam memberi efek jera dan sebagai penebus dosa bagi para pelaku (jawabir) dan sebagai pencegah (zawajir). Negara tidak memberi ruang sedikitpun bagi para pemuda untuk melakukan tindakan kemaksiatan. Kondisi ideal ini hanya bisa terwujud dalam negara yang menerapkan Islam secara menyeluruh.

Begitulah keunggulan sistem islam dalam melahirkan regulasi yang berbasis ketakwaan pada Allah dan obyektifitas-lepas dari kepentingan. Saat Islam dipahami dan diterapkan sebagai aturan kehidupan, umat Islam akan bangkit menjadi umat terbaik, mampu memimpin peradaban, bahkan menebar rahmat ke seluruh alam. Karenanya hanya kembali kepada Islam, maka siapapun ia akan mendapatkan kesejahteraan dan kemuliaan dalam naungan ridha Allah SWT.

Nabilah S, Mahasiswi Universitas Indonesia, Depok.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *