Muhammadiyah Menolak, Jokowi tetap Deklarasikan Hari Santri 22 Oktober

 Muhammadiyah Menolak, Jokowi tetap Deklarasikan Hari Santri 22 Oktober

CIVILITA.COM – Walaupun ormas Muhammadiyah secara resmi menolak adanya Hari Santri Nasional, rupanya Presiden Joko Widodo tetap akan menjadikan 22 Oktober sebagai Hari Santri.

Deklarasi itu akan dilakukan di Masjid Istiqlal Jakarta pada Kamis (22/10) mendatang.

“Presiden akan meresmikan Hari Santri di Istiqlal. Salah satu rangkaian acaranya adalah dzikir bersama masyarakat dalam deklarasi tersebut,” kata Direktur Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama Kamaruddin Amin di kantornya, Jl. Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, Senin (19/10).

Menurut Kamaruddin, pendeklarasian Hari Santri Nasional akan menjadi peristiwa penting dalam sejarah Indonesia.

“Ini bisa menjadi deklarasi yang memberi konstribusi untuk meningkatkan hubungan Islam dengan negara. Hal ini juga sekaligus dapat menunjukkan kepada dunia bahwa Indonesia menjadi contoh yang baik soal hubungan agama dengan negara,” kata dia.

HSN, kata dia, akan menjadi titik tolak upaya mengarusutamakan santri ke tengah peradaban. Sejauh ini, kalangan santri masih tergolong terpinggirkan dan kerap dipandang sebelah mata.

Di masa perjuangan kemerdekaan Indonesia, kata dia, kaum santri tidak dapat diremehkan perannya. Beberapa tokoh nasional sejatinya merupakan kalangan santri, seperti Hasyim Asyari (Nahdlatul Ulama), Ahmad Dahlan (Muhammadiyah), A Hassan (Persis), Ahmad Soorkati (Al-Irsyad), Mas Abd Rahman (Matlaul Anwar) dan lainnya.

Penetapan 22 Oktober, masih kata Kamaruddin, mempunyai landasan kokoh kepahlawanan dari sisi sejarah dengan adanya resolusi jihad melawan penjajah pada masa awal Indonesia mempertahankan kemerdekaan.

Lebih jauh, Kamaruddin berharap agar semangat santri dimaknai luas oleh masyarakat Indonesia. Semangat santri adalah bersatunya jiwa religius dengan nasionalisme. Dengan begitu, siapa saja dapat tergolong sebagai santri dengan dua unsur utama itu.

“Jiwa religiusitas di Indonesia sangat diperlukan karena kini Indonesia cenderung diserang globalisasi ekstrimisme. Sementara cakupan santri ini luas dan pondok pesantren masuk di dalamnya. Santri yang terpinggirkan harus bersinergi sehingga menjadi salah satu unsur penting penopang bangsa,” kata dia.

Sementara itu, PP Muhammadiyah menolak adanya HSN karena dianggap akan mendikotomikan masyarakat ke dalam dua kutub: masyarakat santri dan abangan. Hari-hari besar yang telah ada sekarang dinilai sudah cukup. (MSR/Ant)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *