Miris, Generasi Muda Makin Sadis!
Ilustrasi
Ada dua efek yang ditimbulkan jika terpapar oleh video atau media vulgar, yaitu timbulnya rasa jijik atau rasa penasaran. Jika rasa penasaran ini tidak segera direm, maka akan terus berlanjut ke tahap suka dan candu. Otak pecandu hal-hal vulgar terbiasa berfikir kotor. Dalam video edukasi mengenai bahaya pornografi yang dimuat di laman resmi Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPA RI) pada selasa tahun 2019 dijelaskan bahwa pre frontal cortex atau bagian depan otak para pecandu akan mengecil. Padahal fungsi otak tersebut sangat berperan penting untuk membuat pembeda antara manusia dengan hewan. Jika fungsi otak ini menurun, maka pecandu akan suka berperilaku kasar dan cenderung sadis.
Ketiga hal di atas bisa terjadi karena lingkungan yang menerapkan asas sekularisme. Agama Islam dalam ranah individu saja yang dijalankan, seperti sholat, puasa, zakat, haji, dll. Sekularisme benar-benar memisahkan agama dengan kehidupan, artinya masyarakat sudah menyerah atau tidak ada yang peduli dengan kondisi generasi yang rusak.
Membina generasi muda memang bukan tugas dari orangtua saja. Butuh banyak peran yang harus saling bersinergi dan bekerja sama. Islam juga memiliki solusi untuk permasalahan generasi muda ini.
Yang pertama, Islam tidak mengenal hukum bagi “Anak di bawah umur 17 tahun“. Anak di bawah umur menurut sudut pandang Islam adalah anak yang belum balig. Jika telah didapati tanda-tanda balig pada sang anak, maka dia sudah dianggap mukalaf dan dapat dijatuhi sanksi jika melakukan perbuatan kriminal, apalagi kekerasan yang sadis. (Abdurrahman Al Maliki, Nizhamul Uqubat). Tanda-tanda balig pada anak di antaranya yaitu ihtilaam (keluar air mani), tumbuhnya rambut kemaluan, haid bagi anak perempuan, dan sudah berusia 15 tahun menurut pendapat dari jumhur ulama.
Kedua, negara wajib melarang produksi, distribusi maupun mengkonsumsi media atau hiburan yang bersifat negatif, termasuk sadistik dan yang berbau vulgar. Negara harus mengatur dan mengawasi media massa, baik media cetak apalagi media elektronik. Dari majalah hingga internet, novel, musik, film dan game akan diawasi secara ketat oleh negara. Negara sepenuhnya menggunakan asas halal dan haram untuk menyaring media-media tersebut. Pengawasan ini berguna untuk menjaga opini umum generasi muda agar tidak dirusak oleh media tersebut. Generasi muda Islam akan terjaga pola pikir dan pola sikapnya menjadi pribadi taat Islam dan takut pada siksa Allah. Ditambah dengan suasana amar ma’ruf nahi munkar yang dilakukan oleh setiap individu yang dijamin oleh negara, maka akan nihil keberadaan produksi dan distribusi media negatif, sadis dan vulgar.
Ketiga, negara akan mengatur dan memperkuat perekonomian dan perpolitikannya. Negara menggunakan sistem eknomi dan politik Islam yang mana mengharamkan riba dan membolehkan jual beli. Dengan menjauhi riba dan sektor ekonomi non riil, perekonomian menjadi kuat dan tidak mudah digoyang oleh inflasi. Pekerjaan mudah didapat dan harga barang tidak naik menjadikan orangtua bisa tenang dan bisa penuh memusatkan perhatiannya pada pendidikan sang anak di rumah.
Keempat, pendidikan dasar Islam sangat menekankan akidah Islam sang anak. Akidah Islam menjadi pondasi anak-anak atau remaja ketika akan bertindak apapun. Dengan memahami bahwa segala aktivitas semasa di dunia akan dihisab oleh Allah dan akan ada balasannya yang setimpal, maka mereka menjadi mawas diri untuk menjauhi perilaku negatif secara otomatis. Pemahaman akidah Islam ini harus dengan kesadaran penuh, bukan dengan cara doktrin anak. Orangtua anak harus hadir ketika mendidik anak terkait akidah Islam. Tanggung jawab mendidik anak tidak hanya ada di pundak Ibu saja, tapi harus melibatkan ayah dan institusi pendidikan.
Mirisnya, pendidikan Islam sekarang sedang dikriminalisasi dan mulai ditinggalkan. Pendidikan yang berasaskan sekularisme malah menimbulkan masalah lagi, seperti tawuran, narkoba, dan pergaulan bebas.
Hanya dengan Islam lah generasi muda terselamatkan dari kekerasan dan sadistik. Generasi muda akan tumbuh menjadi generasi yang baik, kreatif, berkepribadian Islam dan berpegang teguh pada akidah Islam. []
Fatimatuz Zahrah, Pengajar di Surabaya.
