Miris, Generasi Muda Makin Sadis!

 Miris, Generasi Muda Makin Sadis!

Ilustrasi

Polisi menangkap tiga ABG terduga pelaku yang membacok siswa SMP berinisial ARSS (14) hingga tewas. TKP berada di Sukabumi. Tiga pelaku berinisial DA (14), RA (14), dan AAB (14). Kasus tersebut menjadi viral lantaran penganiayaan yang dilakukan oleh ke-3 pelaku disiarkan secara langsung melalui media sosial Instagram. Pelaku marah karena dituduh korban melakukan aksi vandalisme (news.detik.com/24/3/2023).

Kekerasan sadistik yang dilakukan oleh generasi muda, termasuk pelajar dan jumlahnya semakin hari semakin banyak. Bukannya berkurang, malah semakin beragam. Aksi negatif generasi muda ini tidak mengenal suasana, sebut saja aksi tawuran sarung berkedok perang yang terjadi di Cibadak, Sukabumi. Aksi tersebut dilakukan pada dini hari ketika masih bulan Ramadhan (sukabumiupdate.com/25/3/2023).

Perang sarung juga terjadi di tempat lain, yaitu di Desa Brenggong, kecamatan Purwerojo, Kabupaten Purworejo. 13 anak berhasil diamankan (regional.kompas.com/24/3/2023). Selain itu, aksi kekerasan dan sadis juga bisa terjadi di wilayah ibu kota yang elit. Seperti yang terjadi di Jagarasa, Jakarta Selatan. Sebanyak 15 remaja tawuran dengan menggunakan sarung yang ujungnya diikat batu. Peristiwa tersebut terjadi sekitar pukul 21.45 WIB, Jumat (news.detik.com/24/3/2023).

Memang benar adanya, berdasarkan catatan dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), selama 2016-2020 ada 655 anak yang harus terlibat dengan hukum karena telah menjadi pelaku kekerasan. 506 anak melakukan kekerasan fisik dan 149 anak melakukan kekerasan psikis. Menurut KPAI, masalah ini bukan hanya menjadi tanggung jawab orang tua dan keluarga, namun juga menjadi tantangan besar bagi lembaga pendidikan (bankdata.kpai.go.id).

Setidaknya, ada tiga faktor pemicu munculnya aksi kekerasan dan sadisme pada generasi muda:

Pertama: Kurangnya pengawasan orangtua atau tidak maksimalnya pengawasan dari orangtua.

Kedua orangtua meninggalkan sang anak karena urusan pekerjaan, broken home, dll. Peranan orangtua dalam memahamkan anak akan masa krisis identitas sangat kurang. Hal ini lumrah karena kebutuhan ekonomi yang makin menjerat, sehingga memaksa orangtua bekerja , bahkan merantau jauh. Didorong adanya fakta bahwa Indonesia akan memasuki masa inflasi ekonomi (bisnis.com/30/3/2023).

Kedua: Pengaruh media yang ditonton oleh anak dan remaja.

Media turut berperan andil mewarnai sikap sadisme pada generasi muda. Penelitian yang dilakukan oleh Research Institute of Moral Education, College of Psychology, Nanjing Normal University, Nanjing China menyatakan bahwa tindak kekerasan atau agresif di media mampu memberi pengaruh pada remaha untuk mengimitasinya. Contoh, ada beberapa gim yang memberikan misi untuk para pemain untuk merampok bank, menghabisi aparat, membegal mobil orang, membunuh dengan berbagai senjata, dll. Semakin unik cara pemain menyelesaikan misi, maka akan semakin tinggi skor yang diraih. Lalu, gim ini pun dikemas menjadi menarik seperti simulasi nyata. Maka tak ayal mempengaruhi pemikiran remaja dan anak-anak untuk menirunya dan mempraktekkannya di dunia nyata agar eksistensinya diakui oleh geng lain sebagai sosok yang keren, gagah dan pemberani.

Ketiga: Pengaruh buruk dari tontonan media yang menayangkan hal-hal yang berbau vulgar.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *