Mimpi Umar bin Abdul Aziz

 Mimpi Umar bin Abdul Aziz

Ilustrasi

“Aku di sini. Di sini aku menunggu apa yang ditunggu oleh orang yang mengesakan Allah dan beriman kepada Rasul-Nya”

Fathimah istri Umar bin Abdul Aziz berkata: Tak lama setelah mendapatkan mimpi itu, Umar jatuh sakit. Penyakitnya itu akhirnya mengantarkannya menghembuskan nafas terakhirnya.

Maslamah bin Abdul Malik menjenguknya. Dia berkata, “Wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya engkau meninggalkan anak-anakmu yang akan menjadi tanggungan orang lain. Tinggalkan pesan! Apa yang harus aku lakukan terhadap mereka. Aku akan melakukan sesuatu atas namamu. Engkau sama sekali tidak meninggalkan harta untuk mereka. Engkau tak memberi mereka apa-apa.”

Umar berkata, “Wahai Ayahnya Said, anak-anakku memiliki Allah yang telah menurunkan Al-Kitab. Dia-lah yang mengurus orang-orang saleh.”

Kemudian Umar memanggil mereka yang berjumlah empat belas orang. Umar memandangi mereka. Mereka mengenakan pakaian kasar kaum Qibti dari Mesir. Mata Umar sembab oleh air mata. Dia berkata kepada mereka, “Aku berwasiat kepada kalian. Bertakwalah kepada Allah! Yang muda di antara kalian hendaknya menghormati yang lebih tua. Yang tua hendaknya menyayangi yang lebih muda.”

Kemudian, dia berkata kepada Maslamah, “Wahai Ayahnya Said, anak-anakku ada dalam dua kemungkinan: taat kepada Allah, sehingga Allah tidak akan menyia-nyiakan mereka, atau melakukan maksiat kepada Allah, dan karena itu aku tak mau membantu mereka melakukan maksiat dengan memberinya harta. Sekarang berdirilah kalian semua! Semoga Allah memberikan pertolongan kepada kalian!”

Setelah itu, Umar memanggil Raja’ bin Haiwah. Keduanya berbicara empat mata.

“Wahai Raja’, kematian telah tiba. Aku menitipkan pesan kepadamu. Pesan ini tak pernah kusampaikan pada orang lain. Jika aku mati, jadilah engkau orang yang dekat dengan jenazahku! Jika tanah kuburku telah diratakan, maka bongkar salah satu batu batanya! Buka wajahku dan lihatlah! Sesungguhnya aku pernah menguburkan tiga orang dengan tanganku sendiri. Kubuka wajah mereka. Kudapati wajah mereka telah menghitam. Mata mereka telah keluar dari wajahnya. Bukalah wajahku, wahai Raja’! Lihatlah! Jika kau lihat wajahku mirip seperti wajah orang yang kuceritakan, maka tutupilah aibku itu! Jangan sampai orang lain tahu. Jika kau lihat bukan yang seperti itu, maka pujilah nama Allah karena itu!”

Raja’ bin Haiwah berkata: Kulaksanakan pesan Umar bin Abdul Aziz. Setelah kami meratakan tanah makamnya, maka aku mengangkat salah satu batu bata. Kubuka wajahnya. Kulihat wajahnya laksana bulan di malam purnama. Di dadanya ada piagam yang seperti tidak ditulis dengan tangan manusia. Piagam itu berbunyi: Bismillahirrahmanir rahim. Dicatat dengan pena yang agung, dari Allah yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui, menyatakan bebasnya Umar bin Abdul Aziz dari azab yang pedih. [SR]

Sumber: Ibnu Qutaibah. 2016. Politik dan Kekuasaan dalam Sejarah Para Khalifah. (Terjemah dari Al Imamah wa as-Siyasah), Jakarta: Pustaka Al Kautsar.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

17 − sixteen =