Meninggalkan Keraguan

 Meninggalkan Keraguan

 

Oleh Dr. KH. Zakky Mubarak, MA

DALAM menjalani kehidupan sehari-hari, kita telah memperoleh petunjuk mengenai jalan yang baik yang harus diikuti dan jalan yang buruk yang harus dihindari secara jelas. Kebaikan dan keburukan, sesuatu yang terpuji dan tercela, halal dan haram telah diketauhui secara gamblang. Namun begitu, dalam praktek kehidupan kita jumpai juga hal-hal yang tidak jelas yang termasuk kategori meragukan atau syubhat, maka akan timbul pada diri kita keraguan dan ketidak tenangan.

Gambaran mengenai kehidupan di atas disebutkan dalam hadis Nabi:

الْحَلَالُ بَيِّنٌ وَالْحَرَامُ بَيِّنٌ وَبَيْنَهُمَا مُشَبَّهَاتٌ لَا يَعْلَمُهَا كَثِيرٌ مِنْ النَّاسِ فَمَنْ اتَّقَى الْمُشَبَّهَاتِ اسْتَبْرَأَ لِدِينِهِ وَعِرْضِهِ وَمَنْ وَقَعَ فِي الشُّبُهَاتِ كَرَاعٍ يَرْعَى حَوْلَ الْحِمَى يُوشِكُ أَنْ يُوَاقِعَهُ أَلَا وَإِنَّ لِكُلِّ مَلِكٍ حِمًى أَلَا إِنَّ حِمَى اللَّهِ فِي أَرْضِهِ مَحَارِمُهُ أَلَا وَإِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ أَلَا وَهِيَ الْقَلْبُ (رواه البخاري ومسلم)

“Sesungguhnya yang halal itu telah jelas, demikian juga yang haram, dan diantara keduanya terdapat hal-hal yang yang syubhat (meragukan), yang tidak dapat dikenali oleh sesebagian besar manusia. Karena itu siapa yang menghindari syubhat, maka ia akan bersih agamanya dan kehormatannya. Sebaliknya siapa yang terjerembab dalam syubhat, maka akan terjerumus ke dalam yang haram. Ia bagaikan penggembala yang menggiring ternak di sekitar tempat terlarang, maka mungkin saja ia terjerumus di dalamnya. Ingatlah setiap raja mempunyai tempat terlarang. Ingatlah bahwa larangan Allah itu ialah segala yang diharamkan-Nya. Ketahuilah, bahwa dalam diri manusia ada sekerat daging, jika ia baik, maka baiklah seluruh jasadnya dan jika ia buruk, maka buruk pula seluruh jasadnya. Ketahuilah sekerat daging itu adalah hati”. (H.R. Bukhari, No: 2051, Muslim, No: 1599).

Hadis di atas menjelaskan pada kita, bahwa segala sesuatu yang halal itu amat jelas, demikian juga yang haram. Di antara yang halal dan yang haram, kita jumpai juga sesuatu yang meragukan, mungkin ia halal, mungkin juga haram, yang disebut syubhat. Sebagai seorang muslim, selain kita meninggalkan yang diharamkan, diperintahkan juga untuk meninggalkan yang syubhat. Dengan demikian agama dan kehormatan kita menjadi bersih.

Syubhat akan menyeret seseorang pada sesuatu yang diharamkan, seperti seorang penggembala yang menggiring ternaknya ke daerah larangan. Maka dengan tidak disadarinya ternak itu akan melanggar daerah tersebut. Syubhat adalah sesuatu yang meragukan, setiap yang meragukan biasanya mendekatkan kepada keharaman, sebagaimana disebutkan dalam sabda Nabi:

الْبِرُّ حُسْنُ الْخُلُقِ، وَالْإِثْمُ مَا حَاكَ فِي صَدْرِكَ، وَكَرِهْتَ أَنْ يَطَّلِعَ عَلَيْهِ النَّاسُ (رواه مسلم)

“Bahwa kebaikan itu adalah budi pekerti yang luhur, sedang dosa adalah segala sesuatu yang membuat hati tidak tenang dan merasa khawatir bila diketahui orang lain”. (HR Muslim, No: 2553).

Dalam hadis yang lain disebutkan:

اَلْبِرُّ مَا اطْمَأَنَّتْ إِلَيْهِ النَّفْسُ، وَاطْمَأَنَّ إِلَيْهِ الْقَلْبُ، وَاْلِإثْمُ مَا حَاكَ فِي النَّفْسِ، وَتَرَدَّدَ فِي الصَّدْرِ (رواه أحمد)

“Kebaikan itu adalah segala sesuatu yang menimbulkan ketenangan dalam hati dan jiwa, sedangkan dosa ialah semua perbuatan yang menimbulkan keraguan dalam hati dan jiwa”. (HR. Ahmad, No: 18028).

Hadis itu juga menunjukkan pada kita, bahwa dalam diri seseorang terdapat kalbu, bila kalbunya baik maka baiklah diri orang itu, dan bila buruk maka buruk pula dirinya. Pada hakikatnya manusia itu tergantung pada hatinya, sebab ialah yang memberikan komando kepada semua anggota badan untuk berbuat atau tidak berbuat. Karena itu bila kalbunya baik, maka baiklah seluruh kegiatannya, dan bila buruk, maka keburukan akan mewarnai kehidupannya. Sesuatu yang syubhat sering dianggap enteng dalam praktek kehidupan umumnya umat manuisia. Padahal banyak sekali orang yang terjerumus dalam kecelakaan, karena sesuatu yang dianggapnya ringan. Banyak yang mengira sesuatu dianggap ringan, padahal di sisi Allah adalah berat.

إِذۡ تَلَقَّوۡنَهُۥ بِأَلۡسِنَتِكُمۡ وَتَقُولُونَ بِأَفۡوَاهِكُم مَّا لَيۡسَ لَكُم بِهِۦ عِلۡمٞ وَتَحۡسَبُونَهُۥ هَيِّنٗا وَهُوَ عِندَ ٱللَّهِ عَظِيمٞ

“(Ingatlah) di waktu kamu menerima berita bohong itu dari mulut ke mulut dan kamu katakan dengan mulutmu apa yang tidak kamu ketahui sedikit juga, dan kamu menganggapnya suatu yang ringan saja. Padahal dia pada sisi Allah adalah besar”. (Q.S. Al-Nur, 24:15).

Kalbu diibaratkan sebagai radar yang amat peka pada diri manusia, sehingga ia bisa mendeteksi keburukan-keburukan yang tidak nampak dan tersembunyi dalam bungkus-bungkus yang halus. Bahkan sekalipun fatwa telah disampaikan oleh seseorang, yang diangap lebih mengerti dari dirinya. Karena fatwa itu tidak tepat, maka akan diseleksi oleh kalbu dan kemudian ditolaknya. Mengenai hal ini Nabi mengisyaratkan:

وَالإِثْمُ مَا حَاكَ فِي النَّفْسِ وَتَرَدَّدَ فِي الصَّدْرِ، وَإِنْ أَفْتَاكَ النَّاسُ وَأْفْتُوْكَ (رواه أحمد والدارمي)

“Dosa itu adalah perbuatan yang menimbulkan keraguan dalam kalbu, meskipun engkau telah meminta fatwa kepada banyak orang yang mereka memberikan fatwa kepadamu”. (HR. Ahmad, No: 17545, Darimi, No: 2575).

Tepatlah bila Imam Hasan bin Ali r.a. meriwayatkan suatu hadis dari kakeknya (Rasululllah s.a.w.):

دَعْ مَا يُرِيْبُكَ إِلَى مَا لَا يُرِيْبُكَ (رواه أحمد والدارمي)

“Tinggalkan sesuatu yang meragukan kamu menuju apa yang tidak meragukanmu”. (HR. Ahmad, No: 17230, Darimi, No: 2438).*

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *