Menghadap Allah dengan Jiwa yang Tenang

 Menghadap Allah dengan Jiwa yang Tenang

Ilustrasi: Shalat Iduladha 1443 H di JIS, Jakarta Utara.

Ini adalah empat level jiwa yang harus kita bina setiap waktu. Agar bila masih di bawah, bisa naik ke peringkat yang lebih tinggi dan bila sudah berada dalam kategori jiwa yang tenang, bisa tetap bertahan hingga ajal menjemput. Ini adalah pembinaan sumber daya manusia (SDM) yang seharusnya kita lakukan. Bukan pembinaan yang melulu berorientasi kepada dunia yang semu. Dunia yang fana ini, yang kelak akan musnah.

Orang-orang yang berhasil membina jiwa mereka hingga sampai pada level an-nafsul muthmainnah adalah jiwa yang telah menerima nikmat karena yakin dan percaya kepada pemberian Allah Swt. Saat mereka masih di dunia, mereka juga percaya dengan rahmat-rahmat yang Allah Ta’ala berikan.

Hidup di dunia ini sejatinya akan menjadi sederhana dan tenang untuk dijalani, bila kita meyakini tiga hal:

1. Ada perintah yang harus dijalankan, ada larangan yang harus ditinggalkan, dan ada takdir yang harus diridai. Karena itu, sangat penting untuk meyakini bahwa hidup ini hanya menjalani perintah Allah Swt. Menjauhi setiap larangan-Nya dan rida terhadap semua takdir-takdir-Nya. Baik atau buruk, tugas kita hanyalah mengikutinya saja.

2. Yakini setiap janji baik Allah. Sehingga kita tidak tergoda untuk mengikuti selain Allah Ta’ala. Setiap kali harus berhadapan dengan kenyataan yang tidak sesuai harapan, kita pun masih memiliki pegangan bahwa janji baik Allah pasti akan terwujud, meski waktunya tidaklah datang seperti yang kita harapkan.

3. Takuti setiap larangan Allah Swt. Ini akan membuat kita terjaga dari godaan kemaksiatan, kesenangan dunia yang melenakan, atau bahkan menahan kita dari melakukan hal yang menzalimi diri sendiri manakala musibah atau ujian datang.

Itulah mengapa ketika kita tertimpa musibah, maka kita dituntun untuk mengucapkan kalimat istirja. Sebagaimana Allah Swt berfirman dalam Al- Baqarah ayat 156:

ٱلَّذِينَ إِذَآ أَصَٰبَتْهُم مُّصِيبَةٌ قَالُوٓا۟ إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّآ إِلَيْهِ رَٰجِعُونَ

“(yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun.”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

seven + nine =