Menbud Fadli Zon: Taufiq Ismail Bapak Sastra Indonesia

Taufiq Ismail ditemani Menbud Fadli Zon dalam peringatan ulang tahun ke-90 tahun, di Gedung Kementerian Kebudayaan, Jakarta, Rabu (25/6/2025)
Jakarta (MediaIslam.id) – Menteri Kebudayaan Fadli Zon mengatakan, sastrawan kondang Taufiq Ismail yang berkiprah sebagai penyair dan penulis dalam dunia sastra Indonesia sejak 1950-an bisa disebut sebagai Bapak Sastra Indonesia karena pengabdiannya pada budaya Indonesia.
“Kalau H.B. Jassin itu seringkali mendapat julukan Paus Sastra Indonesia, menurut saya Taufiq Ismail adalah Bapak Sastra Indonesia,” kata Fadli Zon di acara Peringatan Hari Sastra ke-12 dan Peluncuran Buku 90 Tahun Taufiq Ismail di gedung Kementerian Kebudayaan Jakarta, Rabu (25/06/2025).
Menurut Fadli, Taufiq merupakan penyair yang organik dan seorang sastrawan yang selalu terlibat dalam setiap pergeseran budaya, sosial dan politik. Warisan puisi yang dibuatnya seperti soal sosial tirani, religi, alam, dan kemanusiaan selalu relevan pada perubahan zaman.
Taufiq juga yang menginisiasi majalah sastra Horizon bersama Mochtar Lubis, PK Ojong, Zaini, Arief Budiman pada tahun 1966, serta sering mengajak sastrawan-sastrawan untuk berbicara ke sekolah-sekolah sehingga siswa-siswi menjadi penulis, penyair dan menggerakkan orang untuk membaca buku terutama buku sastra.
“Jadi luar biasa dedikasi pengabdian beliau untuk sastra dan budaya Indonesia, sebagai seorang penyair yang melintasi banyak zaman Taufiq Ismail telah mendedikasikan hidup bagi kemajuan sastra Indonesia, waktu, tenaga, pikiran, tak pernah lepas dari sastra dan budaya,” kata Fadli.
Fadli juga mengapresiasi Rumah Puisi Taufiq Ismail di Aie Angek, Tanah Datar Sumatera Barat, yang dikembangkan menjadi Museum Sastra Indonesia berisi karya Taufiq Ismail dan juga karya sastrawan Indonesia lainnya sebagai salah satu dedikasi Taufiq dalam mempertahankan warisan budaya Indonesia yakni puisi.
Buku 90 Tahun Taufiq Ismail yang berjudul “Mengakar ke Bumi dan Menggapai ke Langit” diterbitkan dalam enam jilid, diambil dari judul antologi puisi Taufiq Ismail, yang mencerminkan keseimbangan akar yang kuat pada nilai tradisi lingkungan dan kehidupan nyata bumi.
Fadli mengatakan frasa ini juga sebagai aspirasi untuk bermimpi tinggi, berinovasi meneruskan warisan budaya ke ranah yang lebih luas dan mendorong perubahan yang positif sebagai bagian penting dari ekosistem budaya ke depannya.
Kementerian Kebudayaan melalui Undang-Undang Pemajuan Kebudayaan Nomor 5 tahun 2017 berkomitmen untuk terus memberikan ruang bagi sastra sebagai upaya pemajuan kebudayaan nasional antara lain dengan membuat laboratorium penerjemah sastra agar karya sastra Indonesia bisa diakses ke internasional.
Selain itu ada laboratorium promotor sastra, penguatan promosi sastra, penguatan festival sastra, penguatan komunitas sastra, manajemen talenta nasional bidang sastra, pengembangan sastra berbasis IP dan promosi sastra.
“Ini merupakan pengayaan bagi medium dan ekspresi serta internasionalisasi karya, diharapkan sastra kita tumbuh dengan masif dan merata hingga ke pelosok dan juga sastra menjadi sarana konkret untuk memperkuat jati diri bangsa,” kata Fadli. [ANTARA]