Lima Sumber Harta Haram Penyelenggara Negara

 Lima Sumber Harta Haram Penyelenggara Negara

Ilustrasi: suap.

Keempat: Hasil Makelaran (Samsarah) dan Komisi (‘Amulah)

Harta ini meliputi harta hasil makelaran/komisi para penguasa (wali), para ‘amil dan para pegawai negara, yang diperoleh dari perusahaan-perusahaan asing maupun lokal, atau orang-orang tertentu, sebagai balas jasa dari penjualan atau berbagai transaksi perusahaan-perusahaan tersebut dengan negara.

Seluruh harta yang diperoleh dengan jalan seperti ini dianggap sebagai kecurangan (ghulul) dan termasuk perolehan yang diharamkan. Tidak boleh dimiliki. Jadi, harus disimpan di Baitul Mal kaum Muslim, karena diperoleh dengan cara yang tidak syar’i.

Hasil makelaran atau komisi dari perusahaan-perusahaan dan orang-orang tertentu untuk para penguasa (wali), para ‘amil dan pegawai negara, yang diberikan tanpa sepengetahuan negara, diserahkan di belakang, maka perbuatan ini dianggap sebagai suap (risywah).

Ini diberikan kepada mereka agar perusahaan atau individu-individu tersebut memperoleh (order) penjualan, atau mendapatkan transaksi maupun proyek yang dapat mewujudkan kepentingan-kepentingan mereka, bukan kepentingan negara dan umat.

Lima: Korupsi

Yaitu harta-harta yang dikorupsi para penguasa (wali), para ‘amil dan pegawai negara, dari harta-harta negara yang berada di bawah pengaturan (kekuasaan) mereka untuk membiayai tugas pekerjaan mereka, atau (yang mestinya digunakan) untuk membiayai berbagai sarana dan proyek, ataupun untuk membiayai kepentingan negara dan kepentingan umum lainnya.

Uang yang diperolehnya dengan jalan korupsi atau dengan jalan mencari-cari kelengahan orang lain, penipuan dan lain sebagainya, semua itu dianggap sebagai perolehan yang haram, bukan miliknya, termasuk (perbuatan) curang. Harta tersebut harus disita dan diserahkan ke Baitul Mal.

Semua perolehan para penguasa (wali), para ‘amil dan para pegawai negara dengan cara yang tidak syar’i, menjadi pemasukan bagi Baitul Mal. Setiap harta yang diperoleh seseorang dengan cara yang dilarang oleh syara’ juga menjadi milik Baitul Mal, karena semuanya merupakan perolehan yang diharamkan, dan tidak berhak dimiliki.[]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

15 − 6 =