Lima Cara Mensyukuri Nikmat Kemerdekaan

 Lima Cara Mensyukuri Nikmat Kemerdekaan

Banda Aceh, Mediaislam.id–Setidaknya lima cara mensyukuri nikmat kemerdekaan RI yang dapat kita renungkan sebagai ibrah untuk melangkah maju dalam mengisi kemerdekaan ini. Usia 79 tahun dalam siklus kehidupan manusia sebenarnya bukanlah sebentar, perjalanan yang sudah demikian jauh seharusnya membuat kita dapat meraih banyak kemajuan, baik berupa kesuksesan maupun pelajaran yang dapat dipetik.

Kepala Pusat Kerohanian dan Moderasi Beragama (PKMB) UIN Ar-Raniry Banda Aceh Tgk. H. Saifuddin A. Rasyid menyampaikan hal itu dalam khutbah Jumat di Masjid Al-Mukarramah, Gampong Mulia, Banda Aceh, (2/8/ 2024).

Ia menyampaikan, bahwa kita akan segera memperingati Hari Kemerdekaan Republik Indonesia ke-79 pada 17 Agustus 2024, dalam suasana bangsa kita terus membangun meskipun dihadapkan pada berbagai tantangan.

Selanjutnya Saifuddin menguraikan lima cara mensyukuri nikmat kemerdekaan RI, pertama, menerima dengan teguh hati Indonesia sebagai negara, rumah besar kita bersama. Indonesia adalah negara kita, tempat kita lahir, hidup, dan tidur untuk selamanya. Adalah kewajiban kita untuk mengambil peran utama dalam menjaga dan merawat negara ini sebagai bagian dari ibadah dan implementasi keimanan kita.

“Kita mencintai negara ini. Hubbul wathan minal iman, mencintai negeri kita adalah bagian dari iman. Termasuk mencintai negara kita adalah dengan mewaspadai kemungkinan tangan-tangan jahil yang ingin merusak rumah besar kita ini,” ungkapnya.

Kedua, ikut secara aktif mempromosikan keharmonisan, kasih sayang, dan anti-kekerasan. Manusia adalah makhluk mulia yang diciptakan Allah untuk beribadah kepada-Nya. Karena itu, manusia ditempatkan sebagai makhluk mulia, terutama jika mampu mempertahankan dirinya di jalan taqwa. Inna akramakum ‘indallahi atqakum, sesungguhnya manusia paling mulia di sisi Allah adalah yang paling bertaqwa kepada-Nya.

“Karena itu, mari kita hindari kekerasan dalam segala bentuknya; fisik, sosial, seksual, spiritual, dan lainnya. Berlakulah santun, lembut, penuh kesabaran, dan berikan perlindungan kepada keluarga, sahabat, dan seluruh makhluk di lingkungan kita,” harapnya.

Ketiga, mempromosikan sikap dan perilaku toleran. Tidak berpandangan sempit, tetapi sebaliknya menikmati indahnya perbedaan dan keberagaman. Memaksa kehendak dan mempermasalahkan perbedaan bukanlah sikap seorang muslim. Sebaliknya, seorang muslim menjadi penengah dari berbagai perbedaan dan penyedia solusi bagi berbagai permasalahan. Jadilah problem solver bukan problem creator.

Keempat, menghargai karya dan budaya masyarakat Indonesia. Budaya bukanlah agama. Budaya adalah hasil karya manusia berdasarkan kemampuan pikir dan rasa yang berujud dalam bentuk karya. Namun, budaya ini ada batasnya, jangan sampai memasuki wilayah agama.

“Oleh karena itu, Islam secara tegas menetapkan agar karya budaya tidak sampai dijadikan sesembahan yang merusak iman, akidah, dan akhlak manusia. Seni memahat adalah budaya, tetapi memahat patung berbentuk makhluk hidup atau apapun dalam bentuk sempurna dilarang, apalagi jika dijadikan berhala,” tambah Saifudddin.

Kelima, menaati pemimpin sesuai perintah agama, yaitu sejauh pemimpin itu taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Melawan pemimpin yang sah secara konstitusional dapat dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum dan merendahkan harkat serta martabat negara. Namun, mengabaikan perintah pemimpin yang terang-terangan melawan Allah dan Rasul-Nya adalah tindakan yang sesuai dengan ketentuan syariat. Tidak boleh menaati makhluk dalam bermaksiat kepada Khaliq.

“Dalam konteks ini, kita berkewajiban untuk memilih pemimpin yang sesuai dengan kriteria dan ketentuan agama, menaati pemimpin yang patuh pada Allah dan Rasul-Nya, serta mengabaikan perintah pemimpin yang ingkar kepada Allah dan Rasul-Nya,” kata Saifuddin.

Pada bagian lain, Saifuddin mengatakan, kemerdekaan adalah nikmat besar dari Allah SWT yang diraih dengan perjuangan jihad suci para pahlawan, diiringi gemuruh pekikan takbir dan tahmid atas dasar ketaatan dan keikhlasan mereka yang berjuang di jalan Allah sesuai tuntunan agama yang mendalam dan kuat tertanam dalam jiwa mereka.

“Jadi, pilihan cerdas bagi kita saat ini adalah mensyukuri nikmat kemerdekaan tersebut dengan baik, sambil berharap Allah menambah kenikmatan itu dalam bentuk kemajuan yang lebih bermartabat bagi bangsa ini,” pungkas Saifuddin.*

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *