Larangan dalam Tasharruf Harta: Israf-Tabdzir, Taraf dan Bakhil

Ilustrasi
Kata israf terdapat dalam beberapa ayat Al-Qur’an:
وَالَّذِيْنَ اِذَآ اَنْفَقُوْا لَمْ يُسْرِفُوْا وَلَمْ يَقْتُرُوْا وَكَانَ بَيْنَ ذٰلِكَ قَوَامًا
“Dan orang-orang yang apabila membelanjakan harta, mereka tidak berlebih-lebihan (israf) dan tidak pula kikir; dan adalah pembelanjaan itu di tengah-tengah antara yang demikian.” (QS. Al-Furqan [25]: 67).
Makna ayat itu ialah: janganlah kamu membelanjakan harta kamu di dalam kemaksiatan, tetapi belanjakanlah sebagian daripadanya di dalam ketaatan, dan janganlah kamu bakhil untuk membelanjakannya, sampai dalam hal-hal yang dibolehkan.
Kata musrifin (para pemboros) dengan pengertian mu’ridhin (orang-orang yang berpaling) dari mengingati Allah Ta’ala, termuat dalam Al-Qur’an:
فَلَمَّا كَشَفْنَا عَنْهُ ضُرَّهٗ مَرَّ كَاَنْ لَّمْ يَدْعُنَآ اِلٰى ضُرٍّ مَّسَّهٗۗ كَذٰلِكَ زُيِّنَ لِلْمُسْرِفِيْنَ مَا كَانُوْا يَعْمَلُوْنَ
“Namun, setelah Kami hilangkan kesusahan itu darinya, dia kembali (ke jalan yang sesat) seolah-olah dia tidak pernah berdoa kepada Kami untuk (menghilangkan) kesusahan yang telah menimpanya. Demikianlah, dijadikan terasa indah bagi orang-orang yang melampaui batas (musrifin) itu apa yang selalu mereka kerjakan.” (QS. Yunus [10]: 12).
Di sini orang-orang yang berpaling dari mengingati Allah dinamakan orang-orang musrifin (orang-orang yang melampaui batas).
Termuat pula kata musrifin dengan arti mufsiḍin (orang-orang yang membuat kerusakan). Allah SWT berfirman:
فَاتَّقُوا اللّٰهَ وَاَطِيْعُوْنِ ۚ وَلَا تُطِيْعُوْٓا اَمْرَ الْمُسْرِفِيْنَ ۙ الَّذِيْنَ يُفْسِدُوْنَ فِى الْاَرْضِ وَلَا يُصْلِحُوْنَ
“Maka bertakwalah kepada Allah dan taatlah kepadaku; dan janganlah kamu menaati perintah orang-orang yang melewati batas (musrifin); yang membuat kerusakan di muka bumi dan tidak mengadakan perbaikan.” (QS. Asy-Syu’ara’ [26]: 150-152).
Yang dimaksud dari kata israf dalam ketiga ayat itu, bukanlah makna (arti) etimologisnya secara mutlak; tetapi yang dimaksud adalah makna-makna terminologisnya. Bila kata israf disebutkan di samping kata infak, maka yang dimaksud adalah menginfakkan harta di dalam kemaksiatan. Maka, penafsiran kata israf dengan makna lughawinya itu tidak diperbolehkan, sebab Allah menghendakinya dengan makna syar’i.
Sedangkan kata tabdzir dipergunakan dalam kalimat: “badzara al mal tabdziran” (menghambur-hamburkan harta) satu akar kata maknanya dengan israfan dan badzratan.
Tabdzir (keborosan) itu arti syar’i-nya juga sama dengan israf yakni membelanjakan harta dalam hal-hal yang diharamkan. Allah Ta’ala berfirman:
وَلَا تُبَذِّرْ تَبْذِيْرًا اِنَّ الْمُبَذِّرِيْنَ كَانُوْٓا اِخْوَانَ الشَّيٰطِيْنِ ۗ
“Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan hartamu secara boros (tabdziir). Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaithan.” (QS. Al-Isra [17]: 26-27).