Krisis Pangan, 91% Warga Gaza Alami Kelaparan

Ilustrasi: Palestina di Deir Al-Balah, Jalur Gaza, mengantre makanan, Jumat (20/12) [ANTARA/Xinhua]
Gaza (Mediaislam.id) – Direktur Jenderal Kementerian Kesehatan di Jalur Gaza, Munir al-Barsh, mengumumkan pada Kamis (1/4) bahwa 91% penduduk Jalur Gaza menderita “krisis pangan” karena blokade Israel yang sedang berlangsung dan penutupan penyeberangan masuknya bantuan dan barang sejak 2 Maret.
Al-Barash mengatakan dalam pernyataan pers: “Gaza tengah mengalami tragedi kemanusiaan yang mengerikan bercampur antara kelaparan, kemiskinan, dan penyakit sebagai akibat dari genosida dan pengepungan Israel yang telah menutup penyeberangan dan mencegah masuknya bantuan.”
Ia menyebut bahwa “65% penduduk Gaza tidak memiliki akses terhadap air minum bersih, dan sekitar 92% anak-anak dan ibu menyusui menderita kekurangan gizi parah, yang menimbulkan ancaman langsung terhadap kehidupan dan perkembangan mereka.
Ia memperingatkan bahwa “Jalur Gaza tengah menyaksikan keruntuhan massal di semua sektor akibat penggunaan kelaparan sebagai senjata perang oleh Israel, yang merupakan pelanggaran mencolok terhadap hukum humaniter internasional.”
Al-Barash meminta PBB untuk “mengeluarkan deklarasi resmi tentang bencana kelaparan di Jalur Gaza. Indikator lapangan serta data medis dan kemanusiaan mengonfirmasi bahwa persyaratan standar internasional sebagai wilayah bencana ini telah terpenuhi.”
Ia juga menghimbau masyarakat internasional agar mengambil tindakan segera untuk mendukung sektor kesehatan dan pangan serta menyelamatkan penduduk dari bencana yang mereka alami akibat genosida dan pengepungan yang sedang berlangsung.
Kantor media pemerintah di Gaza mengumumkan pada hari Kamis bahwa Jalur Gaza telah memasuki “tahap kelaparan tingkat lanjut” karena blokade Israel.
“Pendudukan Israel telah memberlakukan pengepungan yang mencekik dan menutup sepenuhnya penyeberangan selama lebih dari dua bulan,” kata Ismail al-Thawabta, direktur jenderal kantor tersebut, kepada kantor berita Anadolu Agency.
Dalam konteks yang sama, Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan situasi di Jalur Gaza “sangat mengerikan,” dengan dua juta orang di sana menderita kelaparan.
Ghebreyesus mengatakan kepada wartawan di kantor pusat WHO di Jenewa bahwa pendanaan kesehatan global menghadapi tantangan bersejarah karena negara-negara donor mengurangi kontribusi mereka.
Pada awal Maret 2025, tahap pertama perjanjian gencatan senjata dan pertukaran tahanan antara perlawanan Palestina dan Israel berakhir. Perjanjian tersebut telah berlaku sejak 19 Januari, tetapi Israel mengingkarinya dan melanjutkan perang pemusnahannya pada tanggal 18 bulan yang sama.
Sejak 2 Maret, Israel telah menutup penyeberangan Jalur Gaza untuk masuknya makanan, bantuan, bantuan medis, dan barang, yang menyebabkan kemerosotan yang signifikan dalam situasi kemanusiaan bagi warga Palestina, menurut laporan pemerintah, hak asasi manusia, dan internasional.
2,3 juta warga Palestina di Gaza sepenuhnya bergantung pada bantuan tersebut setelah 19 bulan genosida membuat mereka miskin, menurut data Bank Dunia.
Krisis kemanusiaan ini terjadi karena lebih dari 90% penduduk Jalur Gaza telah mengungsi dari rumah mereka, beberapa di antaranya telah mengalaminya lebih dari sekali, tinggal di tempat penampungan yang penuh sesak atau di tempat terbuka tanpa tempat berlindung, sehingga meningkatkan penyebaran penyakit dan epidemi.
Dengan dukungan Amerika, Israel telah melakukan kejahatan genosida di Gaza sejak 7 Oktober 2023, yang menyebabkan lebih dari 170.000 warga Palestina tewas dan terluka—kebanyakan anak-anak dan wanita—dan lebih dari 11.000 orang hilang, di tengah kehancuran besar-besaran.
sumber: infopalestina