KKN Harus Dibasmi

Kejagung memperlihatkan uang sitaan dalam konferensi pers yang dilaksanakan di Gedung Kejagung, Selasa (17/6/2025). (Sumber: Kejagung RI)
KEMBALI terangkat kasus korupsi yang melibatkan Wilmar Group dengan sitaan uang sejumlah Rp 11,8 Triliun. Korupsi ini terkait izin ekspor crude palm oil (CPO) dan produk turunannya pada tahun 2022.
Kasus ini melibatkan lima anak perusahaan Wilmar, yakni PT Multimas Nabati Asahan, PT Multimas Nabati Sulawesi, PT Sinar Alam Permai, PT Wilmar Bioenergi Indonesia, dan PT Wilmar Nabati Indonesia. Sitaan Rp11,8 Triliun tersebut sebagai bentuk dari ganti rugi yang dilakukan Wilmar Group kepada Negara berdasarkan hitungan ahli atas keuntungan yang tidak sah secara hukum atau illegal gain yang Rp2 Triliun di sita dalam bentuk tunai.
Tidak hanya itu Kejaksaan Agung mengungkapkan bahwa adanya praktik suap pejabat negara dalam mempercepat proses izin ekspor CPO hingga merugikan negara. Pada putusan pengadilan sebelumnya yaitu keputusan onslag atau lepas terhadap para terdakwa, proses hukum masih berlanjut di tingkat kasasi oleh penyidik. Karena putusan tersebut adalah hasil dari suap terdakwa pada para majelis hakim.
Presiden RI Prabowo Subianto di Forum Ekonomi Internasional The 28th St. Petersburg International Economic Forum (SPIEF 2025) pada Jumat (20/6/2025) mengatakan bahwa ada bahaya besar yang mengintai Indonesia sebagai negara berkembang. Bahaya itu adalah state capture (kolusi antara kapital besar dan pejabat pemerintahan serta elite politik). Kondisi ini sangat serius dan harus segera di selesaikan karena tak membantu mengentaskan kemiskinan atau memperluas kelas menengah.
Melihat kondisi saat ini state capture bukan hanya telah mengintai tapi telah bercokol di Indonesia sejak lama. Sudah menjadi rahasia umum bahwa kaum kapital besar dan pejabat elite saling bergandengan tangan demi memperkaya diri mereka dengan memanfaatkan posisi yang dimiliki. Hubungan balas budi dan saling menutupi penyelewengan yang dilakukan sudah tentu menjadi budaya di kalangan pengusaha dan pejabat pemerintahan. Sungguh miris memang, bahkan secara nyata nepotisme dilakukan oleh pemangku jabatan secara terang-terangan yang berujung pada ketakbecusan pejabat tersebut untuk mengurusi negara.
Korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) ini adalah kejahatan yang tak berdiri sendiri. Semuanya bersumber dari sistem yang diterapkan. Jika sistem yang diterapkan hari ini adalah sistem yang mampu menyelesaikan masalah bangsa, maka tak akan ada lagi KKN. Tapi makin hari kejahatan tersebut makin parah dan luar biasa menyengsarakan rakyat.
Dengan menerapkan sistem Islam, KKN akan terselesaikan secara tuntas. Yang harus ditanamkan kepada para pemangku jabatan di negara yang menerapkan sistem Islam yaitu:
Pertama, ketakwaan pada Allah SWT. Jika tiap-tiap pemangku jabatan memiliki ketakwaan pada Allah SWT, jabatan yang diberikan padanya akan dianggap amanah yang akan Allah minta pertanggungjawabannya di akhirat. Dengan ketakwaannya pejabat pemegang amanah tak mau menerima suap karena mereka mengetahui konsekuensi yang akan diterima.
Pejabat tersebut akan menyadari bahwa penderitaan yang menimpa rakyatnya adalah tanggungjawab yang harus diselesaikan secepat mungkin. Bukan seperti pejabat saat ini yang mengatakan karena banyaknya lulusan universitas dan sedikitnya lapangan kerja maka lulusan tersebut sebaiknya mencari kerja keluar negeri. Hal tersebut salah satu sikap lepas tangan dari pemangku jabatan. Seharusnya negara lah yang menyediakan lapangan kerja agar potensi sumber daya masyarakat bisa dimanfaatkan sebaik mungkin hingga tercipta kesejahteraan rakyat.
Kedua, kontrol masyarakat atas berjalannya pemerintahan agar negara berjalan sesuai syari’at Islam. Peran aktif masyarakat sangat dibutuhkan dan pemerintah tak mungkin anti kritik seperti yang terjadi pada pemerintahan saat ini.
Ketiga, KKN akan lenyap tuntas apabila hukum Islam ditegakkan. Apabila KKN terjadi maka sanksi tegas tanpa pandang bulu, tanpa kompromi akan ditegakkan. Para hakim akan menggunakan sanksi Islam yang tegas. Sesuai dengan aturan-aturan Allah yang mengakibatkan efek jera kepada pelaku sehingga tak ada lagi pejabat yang berani melakukan kejahatan serupa.
Hal yang sepele namun tak kalah penting yang harus dibuang dari diri tiap pemangku jabatan adalah mental hedonis serta memanfaatkan fasilitas mewah yang diberikan negara. Wallahu a’lam bishshawab.
Hebi, Aktivis Muslimah Peduli Umat.