Kisah Santri Pengabdian, Bercita-cita Bangun Kampung Halaman dan Bahagiakan Orang Tua

Bekasi, Mediaislam.id–Santri Pondok Pesantren (Ponpes) Nuu Waar Al Fatih Kaaffah Nusantara (AFKN), Rizki Nur Hidayat (19) bersiap untuk melanjutkan kuliah S1. Rizki lulus tingkat SMA di Ponpes Nuu Waar AFKN pada 2023 lalu.
Tahun ini, Rizki berencana kuliah mengambil jurusan ekonomi dan bisnis di Universitas Ibn Khaldun (UIKA) Bogor.
“Cita-cita saya ingin jadi pengusaha yang terus berdakwah,” kata Rizki, Kamis (8/2/2024).
Namun, sebelum melanjutkan kuliah S1, Rizki diwajibkan mengikuti program pengabdian di Ponpes Nuu Waar AFKN yang berlokasi di Setu, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat.
“Status saya sebagai santri pengabdian. Selama setahun saya mengabdi. Membantu mengajar di pondok. Balas budi kepada pondok, sudah dibesarkan dan disekolahkan,” ujar santri asal Banggai, Sulawesi Tengah ini.
Selama setahun, Rizki membantu mengajar Alquran dan hadits kepada santri tingkat SD. Tentu ada hambatan dan tantangan saat mengajar.
“Menghadapi santri harus terus diingatkan. Bagaimana kita selalu melakukan kebaikan, tidak bosan-bosan. Kalau ada yang malas diingatkan, kalau ada yang capek disemangati,” ujar Rizki yang memiliki hafalan Alquran 17 juz.
Rizki mengaku apa yang pernah diajarkan para guru saat ia belajar, kini ia praktikkan dan sampaikan kepada adik santri. Termasuk saat menghafal Alquran.
“Saya selalu ingatkan kepada adik-adik santri, menghafal itu intinya membaca dan mengulang. Insyaallah hafal,” jelas Rizki.
Rikzi sudah tujuh tahun di Ponpes Nuu Waar AFKN. Ia masuk belajar di ponpes pimpinan KH MZ Fadzlan R Garamatan ini selepas lulus SD.
Rizki berkisah, saat awal masuk ia merasa tidak betah. Ia selalu ingat rumah dan ingin kembali ke Banggai.
Namun, ia selalu ingat pesan orang tua, agar tidak menyerah. Sebulan, dua bulan hingga tujuh bulan perasaan ingin pulang masih tetap ada.
“Sudah tujuh tahun di sini. Saya sudah terbiasa dengan keadaan, dengan tempat. Orang tua sangat mendukung,” kata Rizki.
Rizki bersyukur memiliki orang tua yang selalu mendukung dan mengikhlaskan anaknya belajar di rantauan. Hal ini menjadi penguat Rizki tetap bertahan hingga kini.
Berbeda dengan teman seangkatannya yang juga berasal dari Banggai. “Dulu, angkatan saya ada 23 santri lebih yang satu daerah dengan saya. Tetapi mereka tidak betah, pulang semua. Tinggal saya sendiri dari Banggai,” cerita Rizki.
Meski sudah merasa betah di rantauan, Rizki tidak melupakan kampung halamannya. Ia berencana selepas kuliah S1 kembali ke Banggai.
“Saya ingin bangun kampung halaman saya. Motivasi ingin bahagiakan ibu bapak. Ingin menjadi pengusaha yang tidak lupa berdakwah,” kata Rizki mengakhiri pembicaraan.*