Kala Childfree Jadi Pilihan, Anak Dianggap Beban

Ilustrasi: Childfree
Oleh:
Nina Marlina, A.Md | Aktivis Muslimah
TREN childfree atau memilih hidup tanpa anak makin meningkat dan diminati sebagai sebuah pilihan. Sesuatu yang masih dianggap tabu oleh sebagian besar orang, namun bagi sebagian lainnya pilihan tersebut adalah hak yang harus dihargai.
Dikutip dari laman rri.co.id, 15/11/2024, tren childfree semakin mencuat, terutama di kalangan perempuan muda. Dari data BPS terbaru, terdapat sekitar 8,2 persen perempuan Indonesia usia 15 hingga 49 tahun memilih untuk tidak memiliki anak, dan Jakarta mencapai angka tertinggi sebesar 14,3 persen. Tren ini semakin kuat pasca-pandemi Covid-19. Perempuan memilih fokus pada karir atau pendidikan karena ekonomi dan kesehatan. Faktor lainnya adalah tingginya biaya hidup dan ketidakpastian masa depan sehingga membuat pasangan enggan memiliki anak.
Hal tersebut pun memicu perhatian serius dari berbagai pihak, termasuk anggota Komisi IX DPR RI, Kurniasih Mufidayati. Menurutnya, negara harus menyiapkan strategi untuk mengantisipasi dampak tren childfree yang dapat mengurangi jumlah generasi muda sebagaimana yang terjadi di Jepang dan Korea Selatan. Meskipun pilihan untuk tidak memiliki anak adalah hak pribadi, negara harus tetap memperhatikan dampaknya terhadap keberlanjutan generasi.
Akar Penyebab Childfree
Saat manusia diatur dengan sistem kehidupan yang rusak, maka akan timbul berbagai permasalahan. Begitulah yang terjadi ketika sistem sekuler kapitalis diterapkan, akan lahir ide-ide rusak, diantaranya feminisme. Dari feminisme inilah lahir konsep berpola pikir liberal yaitu Childfree. Di Barat, hal ini bukanlah sesuatu yang baru. Ide childfree terus digaungkan memengaruhi kalangan muda oleh kaum liberal dan feminis. Childfree terjadi karena berbagai penyebab.
Pertama, ide hak reproduksi perempuan. Ada anggapan mengandung dan melahirkan dapat mengurangi kecantikan dan tubuh yang ideal. Mereka tidak mau repot karena menganggap anak sebagai beban.
Kedua, tingkat pendidikan. Mereka menganggap dengan memiliki anak akan menghambat studi dan karir yang sangat kompetitif.
Ketiga, faktor ekonomi. Kesulitan ekonomi dan biaya hidup tinggi saat ini menjadi kekhawatiran akan rezeki. Takut tidak bisa membiayai biaya makan, sekolah, kesehatan dan lainnya karena tidak adanya jaminan dari negara.
Konsep childfree sesungguhnya berbahaya dan tidak bisa dianggap enteng. Pasalnya, childfree yang berasaskan sekularisme ini membuat orang salah memahami konsep rezeki. Selain itu, childfree akan menyebabkan kepunahan generasi (lost generation). Padahal generasi berkualitas tentu amat dibutuhkan untuk membangun peradaban. Childfree hanya mempertimbangkan manfaat dan kesenangan, namun mengabaikan pertimbangan agama. Tetapi, mirisnya negara kita hari ini memberi ruang paham rusak childfree dengan dalih HAM.
Anggota Komnas Perempuan, Maria Ulfah Ansor, menjelaskan setiap perempuan memiliki hak untuk menentukan pilihan hidupnya, termasuk memiliki anak atau tidak. Menurutnya, hal ini merupakan bagian dari hak asasi manusia (HAM) yang harus dihormati oleh semua pihak. Ia juga menekankan bahwa pilihan hidup seperti childfree tidak boleh dipandang negatif.
Masyarakat perlu diberikan pemahaman bahwa keputusan tersebut adalah bagian dari kebebasan setiap individu dalam memilih gaya hidup (rri.co.id, 15/11/2024).
Pandangan Islam tentang Childfree
Dalam pandangan Islam, ide childfree tentu tidak dibenarkan. Sistem Islam akan menguatkan akidah umat sehingga terhindar dari ide-ide rusak. Para orang tua akan dipahamkan bahwa memiliki anak bukanlah beban, melainkan amanah yang akan menjadi ladang pahala bagi kedua orang tuanya. Maka ide childfree yang bertentangan dengan akidah Islam jelas akan ditolak.
Selanjutnya, pendidikan Islam pun akan menjaga akidah umat tetap lurus dan menjaga pemikiran sesuai Islam. Negara juga memberikan benteng atas masuknya pemikiran yang bertentangan dengan Islam. Pendidikan Islam bukan hanya membentuk siswa yang paham akan ilmu pengetahuan, sains dan teknologi, tetapi memiliki tujuan membentuk kepribadian islam yakni memiliki pola pikir dan pola sikap islam.
Selain itu, negara akan memberikan jaminan kesejahteraan bagi rakyatnya. Negara akan menjamin pemenuhan kebutuhan pokok rakyat secara langsung dan tidak langsung. Diantaranya dengan memberikan kemudahan kepada laki-laki untuk bekerja dengan penghasilan yang memadai. Tugas mencari nafkah akan dibebankan kepada suami atau ayah.
Sementara istri akan fokus dalam tugasnya sebagai ibu dan pengatur rumah tangga. Maka, kesulitan ekonomi tidak akan menjadi alasan bagi para pasangan suami istri untuk memilih childfree. Keluarga pun akan mampu mewujudkan generasi yang berkualitas.
Demikianlah semestinya umat Islam tidak terbawa arus pemahaman yang rusak termasuk childfree. Anak bukanlah beban, namun kehadiran generasi amat penting untuk menjadi pemimpin dan pembangun peradaban di masa yang akan datang. Wallahu a’lam bishawab.*