Judi Online, Buah Kapitalisme

Ilustrasi
WABAH yang saat ini sedang berjangkit di Indonesia adalah judi online (Judol), yang sudah menyebar sampai ke pelosok-pelosok. Menjangkiti warga masyarakat pada semua jenjang status sosial, tidak hanya orang dewasa, tetapi juga remaja, anak-anak termasuk ibu-ibu.
Bahkan, aparat keamanan yang seharusnya menjadi pengayom dan pelindung masyarakat tidak lepas dari jeratan judi online.
Jumlah warga RI yang bermain judi online tembus di angka tiga juta. Dalam diskusi daring “Mati Melarat Karena Judi,” Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkapkan ada sekitar 3,2 juta warga Indonesia yang bermanin judi online. (CNBC Indonesia, 15/06/2024).
Sungguh negeri ini sedang mengalami masalah darurat dengan adanya kasus mewabahnya judi online. Salah satu akibat mewabahnya judi online, yaitu kejadian seorang wanita yang merupakan aparat keamanan membakar suamainya, juga aparat keamanan yang kecanduan judi online. Dikarenakan hal tersebut sehingga abai terhadap tugas dan kewajibannya menafkahi keluarga. Ini hanyalah salah satu kasus dari banyak kasus yang terjadi di Indonesia.
Padahal, Menteri Komunikasi dan Informatika, Budi Arie Setiadi mengeklaim telah memblokir 1.904.246 konten judi online sepanjang 17 Juli 2023 hingga 21 Mei 2024. (Tirto.id, 22/05/2024). Lalu, apakah upaya pemblokiran tersebut dapat membuat masalah selesai?
Masalah judi online tidak terbatas pada kontennya saja, tetapi terkait dengan sarana dan pelakunya. Dengan memblokir konten sementara pelakunya tidak mendapatkan sanksi yang tegas dan membuat jera, maka judi online akan tetap ada bahkan bisa jadi semakin berkembang dan menyebar luas. Didukung dengan kondisi perekonomian masyarakat yang semakin memprihatinkan. Angka kemislinana terus meningkat. Hal itu merupakan buah dari sistem kapitalisme, yang berpihak hanya kepada para pemilik modal.
Judi online dijadikan sebagai jalan untuk keluar dari kondisi tersebut. Alih-alih masalah selesai, kemiskinan malah semakin bertambah parah. Bahkan merebet pada perilaku kriminalitas lainnya, seperti pencurian, perampokan bahkan hancurnya bangunan keluarga akibat kecanduan judi online.
Pada sistem hidup yang disandarkan pada kapitalisme perjuadian merupakan hal yang diperbolehkan, karena akan mendatangkan keuntungan material selain bagi pemain dan bandar, juga akan mendatangkan pendapatan pajak bagi negara asal dilakukan secara legal. Meskipun pada kenyataannya akan menimbulkan banyak kerugian bagi rakyat, serta menguntungkan pemilik bisnis perjuadian yaitu para kapitalis. Alih-alih membawa kesejahteraan, namun semakin menyengsarakan rakyat.
Syariat Islam telah mengharamkan segala bentuk perjudian secara mutlak. Sebagaimana firman Allah dalam surat Al- Maidah ayat 90: “Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi, (berkorban untuk) berhala, dan mengundi Nasib dengan anak panah adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Maka, jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung.”
Pada ayat tersebut jelas bahwa Allah menyejajarkan perjudian dengan khamr, berkurban untuk berhala, dan mengundi nasib. Hal tersebut menunjukkkan keharaman secara mutlak.
Allah juga berfirman dalam ayat lanjutan yaitu surat Al-Maidah ayat 91: “Sesungguhnya setan bermaksud menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kalian melalui khamr dan judi, juga (bermaksud) menghalangi kalian dari mengingat Allah dan (melaksanakan) shalat, maka tidakkah kalian mau berhenti?”