Jangan Paksa Anak Perempuan Menikah dengan Lelaki Pilihanmu

Ilustrasi
WAHAI para orang tua, para ayah dan ibu. Dalam Islam, seorang anak perempuan, baik dia perawan maupun janda, memiliki kebebasan penuh dalam menerima atau menolak lelaki yang datang melamarnya.
Orangtua atau wali tidak berhak memaksa anak perempuan pada yang tidak dia sukai, sebab kehidupan rumah tangga tidak mungkin berdiri di atas pemaksaan. Demikian dijelaskan Thariq Ismail Kakhya dalam bukunya “Al-Zawaj fi al-Islam”.
Kehidupan rumah tangga, kata Thariq, disyariatkan atas dasar cinta, kasih sayang, dan kedamaian, sesuai dengan firman Allah,
وَمِنْ اٰيٰتِهٖٓ اَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِّنْ اَنْفُسِكُمْ اَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوْٓا اِلَيْهَا
“Sebagian dari tanda-tanda kebesaran Allah adalah Dia telah menciptakan untukmu dari bangsamu jodoh agar kamu tenteram karenanya.” (QS. Ar-Ruum : 21)
“Bagaimana bisa terjadi cinta, kasih sayang, dan ketenteraman dalam pernikahan dengan paksaan seorang istri untuk menikah dengan orang yang tidak dicintai?”, tanya Thariq.
Nabi Saw bersabda, “Seorang janda tidak dinikahi kecuali setelah dimintai persetujuan dan seorang perawan tidak bisa dinikahkan kecuali setelah dimintai izin.” Para sahabat bertanya, “Bagaimana untuk mengetahui izinnya?” Beliau menjawab, “Dengan diam.”
Kata “al-ima” bermakna janda. Kata “satamad” bermakna dimintai pertimbangan. Maka, pernikahan tidak bisa terjadi pada dirinya kecuali dia dimintai persetujuan.
Rasulullah ketika ingin menikahkan salah seorang putri orang mukmin, berkata kepadanya, “Hai anakku, seorang lelaki telah melamarmu. Bila kamu tidak mau, bilanglah dengan kata tidak. Karena setiap orang tidak malu mengatakan tidak. Apabila kamu suka, maka diam saja sudah cukup.”
Beliau juga pernah bersabda, “Masalah wanita ada di hatinya. Karena seorang janda berani menjelaskan isi hatinya, maka seorang perawan cukup dengan diamnya.” (HR ath-Thabrani)