Jangan Boros, Bahaya!

Ilustrasi
DALAM Surah Al-Israa’ ayat 27 Allah SWT berfirman:
اِنَّ الْمُبَذِّرِيْنَ كَانُوْٓا اِخْوَانَ الشَّيٰطِيْنِ ۗوَكَانَ الشَّيْطٰنُ لِرَبِّهٖ كَفُوْرًا
“Sesungguhnya pemboros itu adalah saudara-saudara setan dan seta itu sangat ingkar pada tuhannya.”
Munasabah Ayat
Surah Al-Isra’ ayat 27 ini bermunasabah dengan ayat sebelumnya yaitu ayat 26. Pada ayat 26, dijelaskan tentang tuntunan berbuat baik kepada kerabat yaitu dengan memberikan bantuan, saling berbagi kebajikan, tidak memutus tali silaturahmi.
Selain kepada kerabat dekat, pada ayat 26 juga menuntun untuk memberikan sedekah atau zakat kepada orang yang membutuhkan. Kemudian, pada ayat 27 ini Allah SWT menegaskan bahwa barang siapa yang menghambur-hamburkan hartanya bukan pada tempatnya, maka sifat-sifatnya sama dengan setan, yaitu ingkar kepada Allah SWT.
Uraian Tafsir
Dalam menafsirkan Surah Al-Isra ayat 27, Ibnu Katsir menjelaskan bahwa setelah Allah Ta‘ala memerintahkan untuk berinfak. Dia juga melarang berlebih-lebihan dalam melakukannya. Larangan ini bertujuan agar seseorang tidak bersikap ekstrim, melainkan menempuh jalan pertengahan dan seimbang dalam pengeluaran harta.
Allah menegaskan larangan pemborosan melalui firman-Nya: “Sesungguhnya pemboros- pemboros itu adalah saudara-saudara setan.” Pernyataan ini menunjukkan bahwa orang yang bersikap boros dalam membelanjakan harta menyerupai sifat-sifat setan, baik dalam tindakan maupun kecenderungan moral.
Dalam hal ini, Abdullah bin Mas‘ud menjelaskan, tabdzir (pemborosan) adalah penggunaan harta yang tidak pada tempatnya. Pernyataan ini juga diperkuat oleh pendapat Ibnu ‘Abbas, yang memberikan makna serupa.
Mujahid menambahkan bahwa apabila seseorang menginfakkan seluruh hartanya namun sesuai dengan hak dan ketentuannya, maka hal tersebut tidak dianggap sebagai pemborosan. Sebaliknya, jika seseorang hanya mengeluarkan satu mud (takaran segenggam), namun tidak pada tempatnya, maka hal itu sudah tergolong pemborosan.
Sementara itu, Qatadah memberikan definisi yang lebih spesifik, yaitu bahwa tabdzir adalah penggunaan harta untuk maksiat kepada Allah, dalam perkara yang tidak benar, serta untuk tujuan yang merusak.
Dalam tafsir Ath-Thabari menjelaskan dalam ayat ini tentang durhaka dan kekufuran yang dilakukan oleh setan serta sebagian manusia. Ath-Thabari mengungkapkan bahwa setan sangat ingkar dan tidak bersyukur atas nikmat yang Allah berikan kepadanya, ia memilih untuk tidak taat kepada Allah dan berbuat maksiat. Begitu juga dengan sebagian manusia, khususnya dari keturunan Bani Adam, yang menggunakan harta yang Allah berikan dengan cara yang salah, yakni untuk melakukan maksiat dan tidak bersyukur atas nikmat-Nya. Mereka malah menentang perintah Allah, berbuat dosa, dan mengikuti jejak setan dalam mengingkari nikmat serta tidak menggunakan harta sesuai dengan kehendak Allah.
Dalam riwayat lain, Ath-Thabari menjelaskan dalam kitabnya bahwa Ibnu Zaid mengomentari ayat mengenai pemboros (ذبلما نير) dengan menjelaskan bahwa yang dimaksud adalah orang-orang yang membelanjakan harta mereka untuk melakukan maksiat kepada Allah. Kemudian, ayat tersebut menyebutkan bahwa mereka adalah “saudara-saudara setan,” yang menunjukkan bahwa mereka mengikuti jejak setan yang sangat ingkar terhadap Tuhan-Nya.