FOBO, Mengapa Marak?
Ilustrasi: FOBO
3. Sistem Pendidikan
Pendidikan dalam kapitalisme dimodifikasi menjadi investasi ekonomi karena tujuan pendidikan adalah mencetak pekerja, bukan mencetak generasi merdeka yang unggul. Misalnya, siswa diberikan pilihan jurusan untuk masuk kuliah dengan melihat prospek kerja, bukan pada passion atau kontribusi untuk masyarakat. Selain itu, output pendidikan adalah angka seperti IPK, akreditasi, dan ranking, bukan pada aspek kebermanfaatan ilmunya. Akibatnya, banyak mahasiswa yang akhirnya gapyear untuk mencoba jurusan lain karena tidak nyaman di jurusan sebelumnya.
4. Sistem Pergaulan-Sosial
Hubungan antar manusia dalam kapitalisme hanya dilihat dari kacamata untung rugi dan personal branding semata. Tidak sedikit diantara mereka akan mengalami insecure dengan branding orang lain. Akibatnya mereka akan mengalami depresi bahkan bunuh diri. Selain itu, munculnya aplikasi dating untuk memilih pasangan banyak menimbulkan petaka seperti kekerasan seksual.
Kapitalisme dan Krisis Tujuan Hidup
Penyebab utama FOBO adalah hilangnya kerangka tujuan hidup sehingga muncul ketidakpastian jawaban atas 3 pertanyaan besar dalam kehidupan; dari mana saya berasal? Untuk apa saya hidup? Akan kemana saya setelah kehidupan dunia berakhir?
Kapitalisme percaya bahwa mereka berasal dari Tuhan dan akan kembali pada Tuhan setelah kehidupan berakhir dengan balasan amal surga atau neraka. Tetapi, mereka tidak menetapkan tujuan hidupnya sesuai dengan apa yang Tuhan mau (beribadah).
Tujuan hidup dalam kapitalisme hanyalah materi atau bersifat duniawi, misalnya kaya, sukses, terkenal, mendapat pasangan ideal, mampu keliling dunia, dan sebagainya. Tidak mengherankan jika banyak orang yang mengusahakan lebih untuk pencapaian mereka di dunia.
Namun, akibatnya diantara mereka banyak yang mengalami kecemasan, overthinking, dan depresi hanya karena tidak yakin dengan pilihannya atau takut melewatkan kesempatan lebih baik yang belum tentu ada.
Menemukan Arah bersama Islam
Dari pembahasan ini dapat disimpulkan bahwa FOBO bukan sekadar masalah psikologis individu, melainkan masalah sistemik sehingga pemecahan masalahnya bukan hanya tentang skill decision making, tetapi pergantian ke paradigma Islam untuk menentukan arah kehidupan.
Tujuan Allah menciptakan manusia hanyalah untuk beribadah kepadaNya (Az-Zariyat ayat 56), oleh karena itu kewajiban manusia tidak lain untuk melaksanakan seluruh perintahNya dan menjauhi laranganNya. Tujuan akhir kehidupan semata hanya mendapatkan ridha Allah, sedangkan tolak ukur dalam melaksanakan perbuatan adalah tercapainya nilai kehidupan dari amalnya.
Untuk menemukan arah kehidupan, Islam memiliki aturan yang bersifat baku, tidak berkembang sehingga terjamin juga kebutuhan jasmani dan naluri manusia. Aturan tersebut tidak mengekang, melainkan menyelaraskan dan memenuhi kebutuhan manusia dengan detail sehingga mereka mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan hakiki serta mencegah terjadinya hal-hal yang menjerumuskan pada martabat hewani, yaitu pelampiasan naluri tanpa kendali.[]
Dias Paramita, Mahasiswi Ilmu Gizi Universitas Brawijaya Malang.
