Dzulhijjah dan Pembebasan Palestina: Bulan Pengorbanan untuk Kebangkitan Umat

Ilustrasi: Aksi bela Palestina di Swedia. [AP Photo]
Dzulhijjah adalah bulan yang penuh keberkahan dan pengorbanan. Di dalamnya, sepuluh hari pertama menjadi momentum sakral untuk mendekatkan diri kepada Allah dengan ibadah yang sangat utama: haji, puasa Arafah, takbir, dan kurban.
Namun, di balik ritual-ritual itu tersimpan pesan ideologis yang sangat penting: pengorbanan total demi menegakkan keadilan dan melawan penindasan. Pesan ini relevan dan mendesak ketika kita menyaksikan penderitaan rakyat Palestina yang terus dijajah dan dizalimi.
Nabi Ibrahim as adalah teladan nyata pengorbanan dan ketundukan kepada Allah, siap mengorbankan apa saja, termasuk anaknya, demi menegakkan kehendak-Nya. Semangat Nabi Ibrahim itu harus menyala kembali dalam jiwa setiap muslim, terutama di saat umat Islam menghadapi tantangan besar seperti penjajahan di Palestina.
Keteguhan rakyat Palestina mempertaruhkan segalanya adalah cermin nyata perjuangan Ibrahim melawan tirani. Mereka bukan hanya mempertahankan tanah, tapi mempertahankan martabat dan syariat Islam yang terus diinjak-injak.
Ibadah haji yang menjadi puncak Dzulhijjah menyatukan jutaan umat Islam dari seluruh penjuru dunia. Ini bukan sekadar ritual ritual simbolik, melainkan lambang persatuan dan kekuatan umat. Ironisnya, dalam realitasnya, umat Islam sering terpecah, bahkan sekadar suara protes atas penindasan di Palestina pun masih terhambat oleh fragmentasi kepentingan duniawi. Dzulhijjah mengingatkan kita bahwa hanya dengan persatuan dan pengorbanan bersama, umat Islam akan mampu mengembalikan kejayaan dan membebaskan tanah suci dari penjajahan.
Hari Iduladha mengajarkan kita makna qurban bukan sekadar menyembelih hewan, melainkan mengorbankan ego, rasa takut, dan kepentingan pribadi demi keadilan. Dalam konteks pembebasan Palestina, qurban itu berarti berani melawan penjajah meski harus berkorban nyawa dan harta. Kita tidak bisa terus berdiam dalam zona nyaman, membiarkan tanah umat diinjak dan rakyatnya terluka tanpa tindakan nyata.
Dzulhijjah adalah panggilan ideologis agar umat Islam kembali pada Islam kaffah (sempurna), sebuah sistem hidup yang mengatur semua aspek kehidupan, bukan sekadar ritual ibadah. Pembebasan Palestina hanya mungkin jika umat bersatu dalam kesadaran ideologis dan berjuang dengan totalitas sesuai syariat. Perjuangan ini bukan hanya politik, tapi revolusi ideologi yang menolak penjajahan, sekularisme, dan kapitalisme yang menindas.
Memasuki bulan Dzulhijjah, mari kita renungkan bahwa ibadah dan pengorbanan yang kita lakukan harus melampaui ritual. Ini adalah waktu penguatan semangat membebaskan umat dari penjajahan dan ketidakadilan. Mari kita jadikan bulan ini sebagai momentum kebangkitan umat Islam untuk bangkit bersama membela Palestina, menyatukan suara, dan berkorban demi tegaknya keadilan dan kemuliaan Islam. Wallahu a’lam bishowab. []
Selvi Sri Wahyuni M. Pd