Din Syamsuddin: ISIS Tidak Sesuai dengan Ajaran Islam
CIVILITA.COM – Dalam ceramah bertajuk “Masalah, Tantangan dan Masa Depan Islam di Indonesia” itu, Din jelaskan bahwa Islam di Indonesia memiliki watak berbeda dengan Islam di negeri-negeri lain termasuk Timur Tengah, disebabkan oleh modus masuknya Islam secara damai dan latar sosial-budaya masyarakat Indonesia yang cinta damai.
Sebagai akibatnya, Islam di Indonesia berwatak damai, moderat, inklusif, toleran, dan anti-kekerasan. Watak ini dianut oleh mayoritas mutlak umat Islam dan telah berlansung berabad lamanya. Maka hampir dapat dikatakan, sejak dulu tidak ada ketegangan dan pertentangan serius antara Muslim dan non-Muslim, dan juga antara sesama Muslim. Indonesia sejak dikenal sebagai model kerukunan hidup, baik antar umat beragama maupun intra umat satu agama.
Namun akhir-akhir ini, suasana demikian sedikit berubah dengan adanya ketegangan bahkan konflik antar kelompok umat beragama, khsususnya antara kelompok Muslim dan Kristiani, seperti terjadi terakhir di Tolikara, Singkil, dan Manokwari.
Hal ini, menurut Din, disebabkan oleh bergesernya tata nilai yg dianut oleh sebagian masyarakat Indonesia sejalan dengan modernisasi, globalisasi, dan liberalisasi yg melanda Indonesia sejak satu dua dasawarsa terakhir.
Dalam kaitan ini, menurut Din, radikalisme keagamaan yg muncul di Indonesia didorong oleh faktor keagamaan dan faktor-faktor non agama. Yang pertama mengambil bentuk pemahaman yg salah akibat penafsiran sempit teks-teks Kitab Suci dengan mengabaikan misi utama Islam untuk kerahmatan dan kesemestaan, dan yang kedua berupa ketidakadilan sosial, ekonomi dan politik yang sering menjadi faktor picu kekerasan dan sikap radikal dan agama menjadi faktor pembenar sikap tersebut.
Ceramah Din mendapat sambutan antusias audiens dengan banyaknya pertanyaan. Terhadap pertanyaan tentang ISIS, Din tegaskan bhw ideologi dan perilaku ISIS tidak sesuai dgn nilai-nilai Islam yang menekankan kasih sayang dan perdamaian. ISIS bukan gerakan Islam tapi gerakan politik yang menyalahgunakan Islam untuk tujuan politik.
Ikut hadir Prof. Nakamura dan isteri, Prof. Hisae Nakanishi dari Doshisa University, Prof. Khalid Higuchi, mantan Presiden Japanese Muslim Association, sejumlah peminat dan pengamat tentang Indonesia, dan para pejabat Sasakawa Peace Foundation seperti Dr. Chano dan Dr. Akiko Horiba.
Din Syamsuddin yang adalah Ketua Dewan Pertimbangan MUI ini berkunjung ke Jepang selama delapan hari atas undangan Sasakawa Peace Foundation, sebuah yayasan Jepang yang terkenal di mancanegara dan aktif mendorong perdamaian di dunia. SPF mulai tahun laku mengundang tokoh2 dari luar Jepang dlm program kunjungan Asia’s Opinion Leaders. Tahun lalu diundang mantan Sekjen Asean Dr. Surin Pitsuwan dari Thailand, dan tahun ini tokoh Muslim Indonesia Din Syamsuddin.
Dalam kunjungannya ke Jepang kali ini, Din Syamsuddin yang juga Presiden Asian Conference of Religions for Peace (ACRP) yg berpusat di Tokyo, mengunjungi Horoshima, Miyajima, Kurainiki, Kyoto, Kobe, dan Tokyo. Di Hiroshima Din berkesempatan meletakkan karangan bunga di Peace Memorial Park, di Kyoto mengunjungi beberapa pusat Agama Shinto dan Agama Budha, Di Kobe dan Tokyo berkunjung ke Jami Mosque (masjid), dan juga berdialog dengan para tokoh agama maupun politik Jepang.
Dari kunjungannya tersebut, Din yang juga pendiri dan ketua lembaga perdamaian Centre for Dialogue and Cooperation among Civlilisations (CDCC) ini mengagumi masyarakat Jepang yang dinilainya mengamalkan nilai-nilai Islam seperti kebersihan, kejujuran, kedisiplinan, penghargaan akan waktu, dan kerja keras. Menurut Din, nilai-nilai tersebut justru sering tidak nyata dalam perilaku sebagian umat Islam di negara-negara Muslim.
“Ceramah dan dialog Din Syamsuddin di Jepang ini sedikit banyak dapat mengisi kekosongan pemahaman masyarakat Jepang selama ini tentang Islam di Indonesia,” ujar Direktur Eksekutif CDCC Alpha Amirrachman dalam siaran pers. [muis]