Bisakah Sabar Terhadap Rasa Kecewa?

 Bisakah Sabar Terhadap Rasa Kecewa?

CIVILITA.COM – Sahabat, pasti ada di antara kita yang pernah marah, kecewa, sakit hati dengan orang-orang yang kita percayai. Jika ada yang merasa seperti itu, maka itu adalah sebuah kewajaran yang manusiawi, karena Allah menganugerahkan kepada kita perasaan (gharizah). Tapi apa lantas kita tenggelam dalam kekecewaan itu? Mungkin untuk sementara iya, namun sebaiknya itu tidak berlarut-larut.

Apakah kita sulit untuk memaafkan kepada orang yang telah membuat kita sakit? Mungkin iya juga, namun sebaiknya tidak ditunda untuk memaafkan. Mengapa harus begitu? Coba kita simak kata-kata cinta dari Allah: “Dan jika kamu memberi balasan, maka balaslah yang setimpal dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu. Akan tetapi jika kamu bersabar, sesungguhnya itu yang lebih baik bagi orang-orang yang sabar” (QS. An Nahl 126).

Ya, obat sementara untuk menyembuhkan luka itu adalah “sabar”. Tentu kita sudah banyak memetik hikmah dari untaian kesabaran orang-orang di sekitar kita. Maka masuklah kita kedalam barisan orang-orang yang lebih dahulu masuk, sebagai orang-orang yang sabar.

Sahabat, mungkin di antara kita ada yang menyatakan sulit untuk bisa seideal hal di atas. Fakta yang ada, jika orang disakiti maka akan membalas menyakiti, orang dipukul membalas dipukul, dihina dibalas dihina, dan seterusnya. Tapi jika kita menyimak suatu episode perjalanan kekasih kita Rasulullah Saw, saat beliau berdakwah di Thaif, yang harusnya dakwah itu disambut dengan baik, tapi yang terjadi justru sebaliknya, bukan disambut melainkan disambit dengan lemparan batu oleh penduduk Thaif. Subhanallah, betapa mulianya orang yang bisa “menikmati” rasa sakit itu.

Jika Rasulullah Saw adalah manusia layaknya kita, maka kita pun bisa melawati rasa sakit itu, tentunya dengan amunisi kesabaran yang kita miliki. Tentu kesabaran yang dimaksud disini bukan kesabaran yang ‘membabi-buta’, sehingga tidak seperti kata pepatah “jika ditampar pipi kirimu, berikan pipi kananmu”. Bukan seperti itu tentunya sabar. Kita fokuskan sabar disini adalah sabar terhadap rasa sakit hati yang diujikan buat kita.

Memang tidak mudah, tapi bukan berarti juga sulit untuk dilakukan. Kesabaran yang kita sudah komitmenkan diatas, kita harus barengi dengan beberapa manajemen berikut ini. Pertama, jika kita memang salah satu dari kita ada yang pernah merasakan sakit hati karena dikhianati, maka yang pertama harus kita pegang bahwa iman kepada takdir baik buruknya yang menyapa kita. Baik-buruk yang dimaksud disini tentunya, adalah menurut kriteria kita yang harusnya diukur menurut kriteria Allah.

Coba bayangkan, jika ada di antara kita sakit hati karena telah dikhianati teman terbaik, jika kita terus mengingat rasa sakit itu, maka yang ada, kita akan mengutuk diri sendiri, orang-orang di sekitar kita dan berzu’uzon kepada Allah. Itu, jika kita mengukur baik-buruknya takdir yang menimpa kita, menurut standar kita.

Kedua, Mencobalah untuk menghibur diri. Sahabat, sekali lagi hal ini tidak mudah, tapi kita harus mencobanya supaya kita tahu dan pernah merasakan untuk mencobanya. Menghibur diri yang dimaksud disini tentu saja bukan dengan melenakan diri urusan dunia, seperti datang ke tempat dugem, melampiaskan diri di dunia narkoba dan seterusnya. Bukan seperti itu tentunya solusi menghibur diri yang benar.

Mencobalah untuk menghibur diri kita dengan kalimat-kalimat wisdhom yang kita sugestikan pada diri kita. Misalkan ketika kita merasakan sakit hati dikhianati, sugestikan pada diri kita, untaian kalimat cinta dari Allah. “Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki- laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula). mereka (yang dituduh) itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka (yang menuduh itu). bagi mereka ampunan dan rezki yang mulia (surga)” (QS. An-Nur 26).

Kalimat cinta yang lain dari Allah yang bisa kita tanamkan sebagai obat hati adalah “…Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui. (QS. Al Baqarah : 216).

Konteks ayat ini memang berbicara tentang perang, tapi kalau coba kita perhatikan apa yang terjadi pada diri kita, barangkali kita berprasangka bahwa apa yang kita sangat sukai, sangat kita cintai adalah sesuatu yang baik menurut kita, padahal Allah-lah Sang Khalik kita yang lebih tahu tentang hal tersebut. Dengan menanamkan kalimat cinta ini, maka kita tidak akan berlarut terlalu dalam dengan rasa sakit hati, karena kita telah mempasrahkannya kepada Allah.

Sehingga kita tidak perlu melintaskan dalam benak kita, sifat iri hati, dengki kepada orang yang telah menyakiti kita. Biarkan itu menjadi hak Allah untuk membalasnya, justru kita harus meyakinkan diri kita bahwa kita (yang disakiti) tentu harus bisa lebih baik dihadapan Allah SWT, setelah disakiti itu. Kalau kita iri hati, dengki dan seterusnya kepada orang yang menyakiti kita, lalu apa bedanya kita dengan dia?

Ketiga, orang di sakiti itu setara dengan orang yang didhalimi, beberapa hadits menyampaikan bahwa doa orang yang didhalimi itu makbul. Maka kita punya beberapa pilihan (1) mendoakan yang buruk terhadap orang yang menyakiti kita; (2) kita mencoba untuk melupakan apa yang telah mereka perbuat kepada kita; (3) doakan yang terbaik dan memaafkan mereka. Untuk pilihan pertama, tentu itu bukan pilihan yang bagus karena pilihan itu bernuansa “dendam”, untuk membahas bagian ini, tentu ada pembahasan tersendiri, Insya Allah lain kali kita akan bahas.

Sedangkan untuk pilihan kedua, ini pilihan yang tepat (QS. An Nahl 26), silahkan jika kita berani untuk memilih opsi ini dan belum berani memilih untuk opsi ketiga. Orang yang berada di opsi kedua ini, hanya perlu mengatakan kepada dirinya bahwa “saya sudah lupa sama mereka (yang menyakiti saya) dan saya anggap mereka sudah tidak ada di dunia, dan selamat bertemu di akhirat kelak”.

Sahabat, untuk pilihan ketiga tentu saja ini pilihan termulia, bisa jadi orang menyangka bahwa orang yang bisa memilih opsi ketiga ini adalah mereka yang ber “hati malaikat”, bisa mendoakaan yang terbaik dan mencoba memaafkan mereka yang menyakiti kita. Tentu saja bukan “hati malaikat” orang yang mampu memilih opsi ini, karena kita manusia yang Allah karuniakan nafsu. Tapi bukan berarti kita pun tidak bisa memilih untuk opsi ketiga itu, kita bisa memilihnya hanya mungkin butuh waktu dan butuh manajemen sakit hati yang mumpuni. Untuk itu jika kita bisa melalui step-step diatas tadi, maka kita akan punya kekuatan untuk memaafkan sakit hati itu dan justru kita menikmatinya. Mau? [lukyrouf]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *